Posted by : Unknown Sabtu, 02 Maret 2013




     Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkwalitas tinggi dalam penguasaaan Iptek sekaligus dibekali dengan Iman dan Taqwa (Imtaq) yang kuat. Untuk itulah diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah beserta komponen-komponen pendidikannya untuk momposisikan pendidikan sebagai investasi jangka panjang dalam menciptakan generasi-generasi yang tangguh. Usaha-usaha periodik dalam peningkatan mutu pendidikan dan keprofesionalannya merupakan langkah tepat dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Salah satu bentuk usaha tersebut dengan tersedianya institusi pendidikan kompetitif dalam melahirkan sumber daya yang memiliki penguasaan Iptek dan Imtaq yang berkualitas.  

    Institusi pendidikan bukanlah semata-mata sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan industri yang berdampak menghasilkan manusia-manusia yang kapitalistik. Dan institusi pendidikan bukan pula hanya berorientasi pada perhitungan akumulasi modal, sehingga menurunkan pelayanan akademiknya. Institusi ini harus dikembalikan pada fungsinya, yaitu sebagai wadah pencetak generasi unggul dalam penguasaan Iptek dan memiliki kepribadian yang utuh.

http://blog.oregonlive.com/breakingnews/2007/08/islam1.JPG     Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Dalam sistem ini tampak  jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus sebagai hidden curiculum, yang  sebenarnya berperanan sangat penting dalam penanaman nilai-nilai.

Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi  pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan  pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama   melalui madrasah, institut agama dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan  kejuruan serta  perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.   Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan di sini justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek. Di sisi lain, pengajaran agama dan persoalan keagamaan digarap oleh Depag, seolah pendidikan Islami identik dengan pengajaran agama Islam saja. Adanya pesantren  yang dalam banyak aspek acap dipuji sebagai sebuah bentuk pendidikan Islam alternatif, dalam perspektif ini, sesungguhnya makin mengukuhkan dikotomi pendidikan itu.

Pendidikan yang sekuler-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sainsteknologi melalui “pendidikan umum” yang diikutinya, tapi pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk   kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqofah Islam. Berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja “buta agama” dan rapuh kepribadiannya? Sementara mereka yang belajar di lingkungan “pendidikan agama”, memang menguasai tsaqofah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik, tapi di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor  modern (industri manufaktur, perdagangan dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena  orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, depag), tidak mampu terjun di sektor modern.

Pendidikan sekuler-materialistik juga memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material, kekinian dan serba profan serta memungkiri hal-hal yang bersifat transedental dan imanen.  Disadari atau tidak, berkembang penilaian  bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan  investasi yang telah ditanam.  Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan,  jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi  yang sangat individual. Nilai transendental dirasa  tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan.  Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni  seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh  dua hal.  
Pertama, paradigma  pendidikan yang keliru dimana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan   juga sekuler.  Tujuan  pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari
paham sekuleristik tadi, yakni sekadar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.
Kedua, kelemahan  fungsional pada tiga unsur pelaksana  pendidikan, yakni 
(1)  kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta  tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan 
(3) keadaan  masyarakat yang tidak kondusif .


Kacaunya kurikulum yang berawal  dari  asasnya yang sekuler tadi kemudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya kepada proses penguasaan tsaqofah Islam dan pembentukan kepribadian Islam. Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang  sekadar  berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak   sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian  (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani. Lingkungan fisik sekolah/kampus yang tidak tertata dan terkondisi secara Islami (ditambah dengan minimnya sarana pendukung, seperti masjid/mushola) turut  menumbuhkan budaya  yang tidak memacu  proses pembentukan kepribadian peserta didik. Akumulasi kelemahan pada unsur sekolah/kampus itu akhirnya menyebabkan tidak  optimalnya pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan.  

Begitu  halnya dengan kelemahan pada unsur keluarga yang umumnya  tampak dari lalainya para orang tua untuk secara sungguh-sungguh menanamkan  dasar-dasar keislaman yang memadai kepada anaknya.  Lemahnya pengawasan  terhadap  pergaulan anak dan minimnya teladan  dari orang tua dalam  sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan. 

Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi  media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari  berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik,  termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada media masa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat.  Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah  sinergi pengaruh negatif  kepada  pribadi anak didik.  

Oleh karena itu,  penyelesaian problem pendidikan yang  mendasar harus dilakukan pula secara  fundamental, dan itu  hanya dapat diujudkan dengan  melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari  perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi  paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara  memperbaiki  strategi fungsionalnya  sesuai dengan arahan Islam.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Translate

Wheather Forecast

Monster Drift

Welcome to My Blog

Aqua Clock

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

AT-TAUHID

AT-TAUHID
syahadah

- Copyright © YONAS SYABAB'S INFORMATION CENTER -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Yonas Septiyan -