Posted by : Unknown
Minggu, 31 Maret 2013
Di pintu masuk utama daerah yang datar
itu, yang terletak di antara lembah Ghulan dan lembah Riqad, terdapat tempat
terbuka yang luas. Di sebelah kanannya, terdapat sebagian perkemahan kaum
muslimin.
Tampak Khalid bin Walid, Abu Ubaidah,
Amr bin Ash dan Syurahbil bin Hasanah
sedang berdiri di depan kemah Abu Ubaidah.
Khalid :
(Memanggil) “Wahai ‘Ayyad bin Ghanam!”
Suara : “Siap
tuanku!”
Khalid : “Kamu
memimpin pasukan kavaleri (pasukan berkuda) yang ketiga puluh tujuh, wahai Abu
al-A’war al-Silmy!”
Suara : “Siap
tuanku!”
Khalid : “Kamu
memimpin pasukan kavaleri yang ketiga puluh delapan, wahai pemberani (yang
mempunyai kuda liar)!”
Suara : “Siap
tuanku!”
Khalid : “Kamu
memimpin pasukan kavaleri yang ketiga puluh sembilan, wahai Fadhl bin Abbas bin
Abdul Muthalib!”
Suara : “Siap
tuanku!”
Khalid : “Kamu
memimpin pasukan kavaleri yang keempat puluh, wahai anak paman Nabi. Wahai kaum
muslimin.....! Saya telah membagi kalian menjadi beberapa bagian pasukan berkuda
supaya kalian berlomba-lomba dalam berperang melawan musuh. Dan supaya kalian
semua tahu resiko akibat kelalaian yang kalian lakukan. Dan setiap anggota
pasukan kavaleri harus mematuhi komandan regunya dan setiap komandan regu harus
patuh kepada komandan yang lebih tinggi. Jika dia menyuruh kalian untuk ke
kanan atau ke kiri atau berbalik maka taatilah perintah itu! Nah sekarang
bubarlah kalian semua untuk menempati pos-pos yang telah ditentukan, semoga
Allah merahmati kalian semua!”
(terdengar
suara langkah kaki mereka yang bubar, keramaianpun berkurang sedikit demi
sedikit sampai akhirnya keadaan benar-benar sunyi).
Khalid : (Menoleh
kearah para komandan regu tentara) “Apakah kalian tahu di mana posisi kita dan
di mana posisi tentara Romawi sekarang? posisi tentara Romawi sekarang berada
di tanah datar yang terletak diantara lembah Nahar dan Buhairah. Sedangkan kita
berada di pintu masuk daerah tersebut. Jadi tidak ada jalan keluar bagi mereka
untuk melarikan diri kecuali dari arah kita dan jaring ini.”
Amr : “Ya,
demi Allah pasukan Romawi telah terkepung dan itu pertanda baik bagi kita.”
Khalid : “Itu
adalah tipu muslihat, wahai Amr bin ‘Ash.”
Amr : “Kamu
hebat wahai Abu Sulaiman. Demi Allah saya tidak akan menentang pendapatmu dalam
hal ini selamanya.”
Khalid :
“Kemarilah kalian semua bersamaku, untuk melihat keadaan dari arah sini supaya
kita lebih tahu. Kemarilah!”
Abu Ubaidah : “Dan
saya wahai Abu Sulaiman, mungkinkah saya pergi bersama kalian?”
Khalid : “Jangan,
kamu harus tetap di sini, di kemahmu untuk melayani segala kebutuhan
orang-orang di sini!”
Abu Ubaidah :
“Saya akan mentaati perintahmu wahai Abu Sulaiman.”
(Khalid,
Amr, dan Syurahbil keluar)
(Abu
Ubaidah duduk di atas tanah, di depan kemahnya sambil menggosok-gosok pedang,
membolik-balikkan dan memperbaikinya. Duduk di sampingnya Mu’adz bin Jabal)
(Rumanus
masuk bersama tentara Romawi)
Abu Ubaidah :
“Siapa orang yang bersamamu Rumanus?”
Mu’adz : “Dialah
utusan Bahan, panglima pasukan tentara Romawi.”
Abu Ubaidah :
“Apakah dia dapat berbicara bahasa Arab?”
Jurjah : “(Dengan
tergagap) ya, saya dapat berbicara bahasa Arab.”
Abu Ubaidah :
“(Berdiri dari tempat duduknya dengan wajah ceria) selamat datang wahai
saudaraku dari Romawi.”
Jurjah : “Nama
saya Jurjah dan saya bukan dari Romawi tetapi dari Armenia.”
Abu Ubaidah :
“Apakah kamu tidak ingin duduk, Jurjah?”
Jurjah : “Di mana
saya duduk?”
Abu Ubaidah : “Di
sini, di mana aku duduk.”
Jurjah : “Apakah
benar kamu adalah pemimpin mereka?”
Rumanus : “Celaka
kamu, apa kamu kira saya menipumu?”
Abu Ubaidah :
“Biarkan dia menanyakan apa saja. Ya, saya adalah pemimpin mereka, wahai
Jurjah!”
Jurjah : “Abu
Ubaidah?”
Abu Ubaidah : “Ya,
saya adalah Abu Ubaidah.”
Jurjah :
“Bukankah kamu mempunyai tempat duduk (singgasana) yang lebih baik dari ini?”
Abu Ubaidah :
“Dalam keadaan panas begini, tidak ada tempat yang lebih baik dari tempat
berteduh ini.”
Jurjah : “Dengan
duduk di atas tanah seperti ini? tanpa alas permadani ataupun bantal?”
Abu Ubaidah :
“Wahai Jurjah, kita adalah hamba Allah. Kita berjalan, duduk, makan dan tidur
di atas bumi ini dan itu semua tidak menurunkan posisi kita di sisi Allah.
Bahkan dengan seperti itu, pahala kita akan semakin bertamabah dan derajat kita
akan semakin tinggi.”
Jurjah : “Tetapi
kamu adalah pemimpin mereka. Kebiasaan di kita, tempat seperti ini hanya
diperuntukkan untuk para budak.”
Abu Ubaidah : “Di
kita, kedudukan pemimpin dan budak sama saja. Semuanya adalah hamba Allah.
Tidak ada yang lebih utama di antara kita kecuali dengan ketaqwaan dan
perbuatan baik.”
Jurjah :
“Bagaimana pendapatmu jika kamu duduk dengan beralaskan bantal atau permadani,
apakah hal seperti itu dilarang dan diharamkan menurut agama kamu?”
Abu Ubaidah :
“Tidak, Allah menghalalkan semua hal-hal yang baik itu bagi kita.”
Jurjah : “Lalu
apa yang mencegahmu untuk duduk dengan beralaskan permadani dan bantal?”
Abu Ubaidah :
“Saya tidak punya bantal maupun permadani.”
Jurjah : “Jadi
bagaimana kamu tidur?”
Abu Ubaidah :
“Saya tidur dengan berbantalkan pelana kudaku dan berselimutkan mantelku.”
Jurjah : “Apakah
kamu miskin?”
Abu Ubaidah :
“Hanya Allahlah yang Maha kaya. Kemarin untuk memberi nafkah isteri saya, saya
telah meminjamnya dari sahabatku ini (menunjuk kepada Mu’adz).”
Jurjah : “Apakah
dia lebih kaya dari kamu?”
Abu Ubaidah : “Di
antara kita tidak ada orang yang lebih kaya jika dibandingkan dengan yang
lainnya. Tetapi terkadang salah satu dari kita hari ini memiliki sesuatu yang
tidak dimiliki saudaranya. Kemudian, mungkin besok saudaranya memiliki apa yang
tidak ia miliki. Jadi kita satu sama lain saling pinjam meminjam.”
Jurjah : “Jadi
kalau kamu mempunyai bantal dan permadani maka kamu akan menjadikannya sebagai
alas tempat dudukmu?”
Abu Ubaidah :
“Tidak, saya tidak akan menjadikan
bantal dan permadani seperti itu. Semua kaum muslimin yang bersama saya di sini
menjadikan bumi sebagai tempat tidur mereka.”
Jurjah : “Apakah
mereka akan mengingkari dan melarangmu jika kamu melakukan hal seperti itu?”
Abu Ubaidah :
“Saya melarang diri saya sendiri sebelum mereka melarang saya.”
Jurjah : “Tetapi
kamu adalah pemimpin mereka!?”
Abu Ubaidah :
“Justru itulah yang menjadikan saya untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat
menimbulkan kasak-kusuk bahan omongan dan berpengaruh pada diri mereka.”
(Jurjah
terdiam sambil merasa heran dan kagum).
Mu’adz : “Wahai
saudaraku dari Armenia, bukankah kamu melarang pemimpin kami untuk duduk,
karena kamu tidak ingin duduk sampai akhirnya kami duduk bersama kamu?”
Abu Ubaidah :
“(Mencopot mantel dari punggungnya dan menggelarnya di atas tanah) duduklah,
wahai saudaraku, di atas mantel ini
supaya kami dapat duduk denganmu.”
Jurjah : “(Sangat
terkesima) tidak, demi tuhan, saya tidak akan duduk kecuali di atas tanah ini
bersama kalian.”
(Dia
menyingkap kembali mantel itu dan duduk di atas tanah. Di sisi lain, Abu
Ubaidah dan Mu’adz melihat tingkah lakunya dengan takjub).
Abu Ubaidah :
“Sungguh, saya harap Allah memberinya cahaya iman dalam hatinya.”
Rumanus : “Firasat
kamu benar wahai Abu Ubaidah. Dia tidak datang kecuali untuk mengikrarkan
ke-islamannya di hadapan kalian.”
Abu Ubaidah dan Mu’adz: (Tampak gembira sekali)
“Alhamdulillah. Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya.”
Rumanus : “Itu dia
Khalid bin Walid telah datang.”
Abu Ubaidah :
“Kemarilah, wahai Abu Sulaiman.”
Khalid : (Muncul)
“Telah sampai berita kepada saya kalau utusan Bahan ada bersamamu.”
Abu Ubaidah :
“Ya... dan bergembiralah wahai Abu Sulaiman.”
Khalid : “Gembira
untuk apa?”
Abu Ubaidah : “Dia
telah masuk Islam.”
Khalid : “Siapa?”
Abu Ubaidah :
(Menepuk punggung Jurjah) utusan Bahan yang ada dihadapanmu itu!”
Khalid : “Beri
tahu saya, wahai utusan Bahan.”
Jurjah : “Nama
saya Jurjah.”
Khalid : “Beri
tahu saya Jurjah, apakah Bahan mengirim kamu kepada kami demi memberi
kesempatan kepadamu untuk mengikrarkan keislamanmu?”
Jurjah :
(Tersenyum) “Tidak tuanku. Seandainya dia tahu apa sebenarnya yang ada di
hatiku, tentu dia akan membunuhku.”
Khalid : “Lalu
untuk keperluan apa dia mengirimmu?”
Jurjah :
“Sekarang Bahan tidak memperhatikan aku lagi, juga surat-suratnya. Saya tidak
akan pernah kembali lagi padanya. Saya akan di sini saja bersama kalian dan
berperang dengan kalian.”
Khalid :
“Bukankah Bahan mempercayaimu, Jurjah?”
Jurjah : “Ya
tuanku. Itu semua karena saya adalah orang Armenia seperti dia.”
Khalid : “Supaya
peperanganmu dengan kami lebih sempurna, maka kembalilah kepadanya.”
Jurjah :
(Menatapnya dengan penuh takjub) “Anda benar...anda benar.”
Khalid : “Apakah
kamu tahu Abu Basyir al-Tanukhi?”
Jurjah : “Ya,
saya mengenalnya. Dan berhati-hatilah kalian jika dia datang lagi karena dia
bekerja sebagai mata-mata untuk Bahan.”
Mu’adz :
“Mata-mata untuk Bahan?”
Jurjah : “Ya.”
Mu’adz : “Dan
bagaimana petani dari Damaskus yang bersamanya itu? yang mengadukan
kesewenang-wenangan tentara Romawi?”
Jurjah : “Mereka
telah membunuhnya.”
Mu’adz :
“Membunuhnya?”
Jurjah : “Itulah
hukuman bagi orang yang berhubungan dan mengadukan kesewenang-wenangan mereka
kepada kalian.”
Mu’adz : “Dan
mereka meninggalkan sahabatnya yang dari Tanukh itu?”
Jurjah : “Orang
Tanukh itu adalah mata-mata mereka. Dia telah melakukan pendekatan persuasif
terhadap petani itu sehingga dapat menemaninya untuk menemui kamu supaya tidak
timbul keraguan dalam hati kalian tentang apa yang diadukannya.”
Mu’adz : “La
haula wala quwwata illa billah. Jadi orang Arab dari Tanukh itu telah
memata-matai kita. Semoga Allah melaknatinya dan melaknati orang yang
mengirimnya.”
Khalid : “Jangan,
jangan mencacinya Mu’adz. Dia bermanfa’at bagi kita.”
Mu’adz :
“Bermanfa’at apa.”
Khalid : “Dia
telah mengirimkan berita kepada Bahan, dan itulah yang kita inginkan yaitu
mengirimkan berita yang sebenarnya tidak diketahuinya.”
Abu Ubaidah : “
Seakan-akan kamu tahu kalau dia adalah mata-mata?”
Khalid : “Seperti
saya tahu kalau kamu adalah kepercayaan umat ini.”
Jurjah : “(Menatap
takjub) saya ingin bersamamu, wahai tuanku dan berperang denganmu.”
Khalid : “Itulah
yang menjadikan aku gembira atas dirimu Jurjah. Kamu adalah sahabat yang
terpercaya tetapi kamu tidak memberitahu aku kenapa Bahan mengutusmu kemari?”
Abu Ubaidah : “Benar,
kamu tidak memberitahu kita tentang surat dari Bahan.”
Jurjah : “Wahai
tuanku, itu adalah surat yang tidak layak untuk dibaca.”
Khalid : “Tidak
ada kewajiban bagi pembawa surat kecuali untuk menyampaikannya.”
Jurjah :
“(Menatap khalid) ini berkaitan denganmu.”
Khalid :
“Berkaitan denganku? apa yang terjadi?”
Jurjah : “Telah
sampai berita kepadanya kalau kamu mempunyai sarung pedang berwarna merah yang
terbuat dari kulit dan kuda hebat yang menakjubkan, serta tidak ada yang dapat
mengalahkannya.”
Khalid : “Ya,
saya punya itu. Lalu apa yang dia inginkan?”
Jurjah : “Dia
menginginkan sarung pedang dan kuda tersebut untuk diberikan kepada Heraklius
sebagai hadiah yang berharga pada hari kemenangan mereka nanti.”
Khalid : “Kembali
kepadanya, Jurjah. Dan bawalah sarung pedang dan kuda itu.”
Mu’adz :
“Apa-apaan ini Khalid? apakah demi keinginannnya memperoleh sarung tangan dan
kudamu itu kamu menghirimkan kedua benda itu kepadanya?”
Khalid : “Saya
akan mengambilnya kembali dalam waktu dekat pada peperangan ini. (menoleh ke
arah Jurjah). Katakan kepadanya, Jurjah: “Jika anda ingin menmghadiahkan sarung
pedang dan kuda itu kepada Heraklius, maka kirimkanlah sekarang. Sebab anda
tidak akan hidup lebih lama lagi sampai anda mempunyai kesempatan untuk
mengantarkan hadiah itu sendiri kepada
Heraklius.”
Jurjah : “Kamu
telah menantang Bahan. Dan ini adalah jawaban yang terbaik untuk tantangannya.”