Posted by : Unknown Minggu, 24 Februari 2013



      Laila, ‘Azza, Batsinah, ‘Afrâ, Mey dan masih banyak nama-nama lainnya adalah tokoh-tokoh perempuan Arab yang telah diharumkan namanya oleh para pujangga dan penyair padang pasir dalam berbagai bait syair yang indah. Seperti kisah-kisah percintaan yang lain, kumpulan cerita cinta yang akan kita lalui ini, juga tidak luput dari sebuah realitas bahwa terkadang latar belakang cerita yang kita kemas bisa saja diambil dari kisah nyata atau fiktif belaka.
      Dalam artian, kisah tersebut hanyalah bagian dari rekayasa para pujanggga pada saat itu. Akan tetapi, terlepas dari nyata atau tidaknya kisah-kisah tersebut, kita dapat mengambil satu kesimpulan pasti bahwa nasib perempuan dalam kisah-kisah tersebut selalu terabaikan!
      Maka, tidak heran apabila kita mendapatkan gambaran perempuan dalam mayoritas kisah-kisah tersebut adalah perempuan yang selalu dicintai, diikuti kemanapun ia pergi. Atau sebaliknya, mereka dibuang dan dijauhkan! Bahkan, dalam rangkaian kisah cinta di bumi Arab ini, perempuan dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi sang penyair. Akan tetapi, terkadang terjadi konflik dan percekcokan antara sang penyair dan keluarga kekasih yang dicintainya. Sehingga, tidak jarang mereka saling membunuh antara satu sama lainnya.
      Dalam buku ini, kita tidak akan menelusuri sikap orang yang dicintai atau obyek dari kisah-kisah ini. Karena dalam hal ini, mereka diposisikan sebagai penonton yang duduk jauh dari panggung pertunjukan. Dan penonton hanya dapat bertepuk tangan sebagai bentuk sokongan atau melemparkan umpatan sebagai tanda ketidak setujuan. Jadi, seorang obyek hanya cukup untuk menjadi penonton saja!
      Cinta yang terus menghiasi kehidupan ini dari masa ke masa masih dalam frame yang sama, masih itu itu juga! Cinta adalah sebuah getaran yang meresap masuk kedalam hati, panggilan yang mendorong untuk masuk secara paksa ke dalam jiwa dan api yang membakar perasaan setiap kali melihat orang yang dicintai atau terlintas kenangan yang pernah dilalui bersamanya.
      Dan tentu saja tokoh-tokoh yang berada di balik kisah-kisah cinta di dunia Arab tersebut telah merasakan hal-hal tersebut. Pastilah salah satu dari mereka telah mengungkapkan perasaannya tersebut secara terang-terangan kepada kekasihnya atau menuangkannya melalui bait-bait syair yang indah dengan tujuan untuk dipersembahkan kepada orang tercinta. Sehingga kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah bait-bait syair itu telah tercipta begitu saja atau bagian terindah yang tercipta sebagai bagian yang mewakili perasaan mereka.
      Setelah menuangkan berbagai perasaan tersebut melalui bait-bait tulisan, maka langkah selanjutnya adalah membuktikannya melalui langkah nyata, yaitu mengambil sikap dan keputusan. Dan ini bukan bagian perempuan... ini selalu menjadi tugas laki-laki!
      Dan seandainya rasa rindu yang saya rasakan mengatakan bahwa cinta berawal dari pandangan mata, kemudian berbalas senyuman, disambung dengan sebuah perkenalan dan diteruskan dengan sebuah percakapan, sehingga terikrarlah janji dan berakhir dengan pertemuan dan kemudian perpisahan. Maka, cinta juga adalah obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit asmara yang diderita anak manusia. Dan biasanya, yang akan memulai semuanya itu adalah laki-laki, barulah setelah itu perempuan mengikuti gerakannya dari belakang.
      Sebagian besar kisah-kisah percintaan terkenal terjadi pada fase awal masuknya Islam. Dan diantara kisah-kisah tersebut, yang paling masyhur adalah kisah Laila dan si pecinta gila. Yang dimaksud dengan si pecinta gila disini tidak lain adalah Qais bin Malwah.
      Qais adalah putra dari pamannya Laila. Keduanya merupakan teman sepermainan di masa kecil. Mereka berdua sering mengembala kambing bersama di sebuah padang rumput yang terletak di wilayah Arab. Peristiwa tersebut terjadi pada abad pertama hijriah. Sebuah masa dimana wilayah tersebut merupakan daerah yang terisolir dari dunia luar.
      Ajaran Islam-pun akhirnya menyebar dan sangat berpengaruh dalam jiwa masyarakat pedalaman. Ajaran tersebut telah berhasil merubah berbagai pemahaman mereka mengenai bagaimana cara mereka dalam bersosialisasi antara satu individu masyarakat dengan lainnya. Dari sinilah mulai terlihat perubahan pada hubungan laki-laki dan perempuan. Sehingga, terbentuklah sebuah sistem baru yang mengatur interaksi antara keduanya.
      Tidak hanya itu, berbagai sisi kehidupan kemasyarakatan yang biasa berlaku mengalami perubahan secara total. Sehingga kita dapat menilai bahwa kehidupan mereka pra Islam sangat berbeda dengan kehidupan pada masa jahiliyah.
      Islam telah datang ke bumi Arab untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Sehingga mereka tidak kembali dijadikan sebagai simbol hiburan sesaat, seperti yang biasa berlaku pada miliu masyarakat pedalaman Arab. Tradisi tersebut biasanya mereka pergunakan sebagai bukti keberadaan mereka yang dinilai sebagai bangsa yang hilang ditelan padang pasir. Sehingga, kita tidak dapat melihat apa-apa selain gunungan pasir di seluruh penjuru tempat.
      Selain perempuan, mereka juga menjadikan minuman-minuman keras dan perjudian sebagai tradisi dan ciri has mereka yang lain.
      Agama baru ini telah mengharamkan mereka untuk meminum minuman keras dan perjudian. Sekaligus mengikat mereka dengan prinsip-prinsip agama, sistem sosial kemasyarakatan dan kehidupan. Akan tetapi, bagi mereka perubahan ini layaknya seperti sebuah kematian, jiwa para pemuda berontak ingin keluar dari kondisi seperti itu. Keinginan tersebut terus menggelora didalam dada mereka. Setiap
jiwa muda pasti merindukan dan membutuhkan adanya cinta, begitupun Qais.
      Maka Qais-pun mulai memperhatikan lingkungan dimana ia tinggal. Sayangnya, ia tidak dapat melihat seorang gadis-pun di sekelilingnya kecuali anak-anak perempuan pamannya. Baginya, pada waktu itu, perempuan-perempuan adalah teman sepermainan masa kecil sekaligus perempuan asing pertama yang mereka kenal. Akhirnya, Qais-pun merasa tertarik dengan salah seorang dari mereka. Ketika ia melemparkan pandangan, menatap dan melontarkan kata-kata, sepertinya ada sesuatu yang aneh dan terasa seperti menyihirnya. Akhirnya Qais menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada perempuan tersebut.
      Akan tetapi, tiba-tiba saja anak perempuan pamannya tadi menghilang begitu saja. Ia telah terkurung oleh tradisi untuk tinggal di dalam rumahnya. Ia tidak diperbolehkan untuk keluar rumah kecuali disertai seorang penjaganya atau karena suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Sekarang, ia tengah dipersiapkan untuk memasuki jenjang kehidupan berkeluarga.
      Tidak ada lagi kesempatan untuk bermain dengan bebas, tidak ada lagi tawa di masa kecil, tidak ada lagi canda. Yang ada hanyalah sepi... diam... dan kesendirian...
      Keadaan ini seperti debu yang sangat pekat sehingga menghalangi tumbuh dan menyalanya perasaan. Maka, Qais merasa bahwa cinta dan kerinduannya kepada orang yang dicintainya telah terpasung. Situasi yang tengah dihadapinya tersebut semakin menambah rasa kerinduannya kepada kekasih tercinta. Ia hanya dapat menggambarkan wajah sang kekasih dalam khayalannya. Yang ada dalam benak dan fikirannya hanyalah perempuan itu. Seluruh kehidupan, mimpi, kerinduan hanya terfokus pada satu tujuan: bagaimna supaya dirinya dapat melihat kekasih tercinta.
      Akhirnya, pemuda yang telah dihancurkan hatinya oleh keluarganya tersebut berusaha untuk mengadukan kesedihannya kepada padang pasir yang sepi. Mencoba untuk menghilangkan rasa sakit dan harapan-harapan yang pernah ada. Maka, terlantunlah bait-bait syair yang indah dari lisannya. Serangkaian kalimat yang menggambarkan tentang rasa cinta dan kenangannya di masa kecil. Dalam rintihannya, ia hanya menyebutkan satu nama, Laila putri pamannya. Laila seorang perempuan yang sangat dicintainya!
      Pada akhirnya, kerinduan yang ditahannya telah mendorong Qais untuk memberanikan diri menghadap kepada pamannya untuk meminta Laila menjadi isterinya. Ia berharap, pamannya akan merasa bahagia dan menerima permintaannya dengan baik. Akan tetapi, yang terjadi justeru sebaliknya, lamarannya tidak diterima, kenapa? Karena tradisi bangsa Arab melarang untuk menerima seorang laki-laki yang tumbuh besar bersamaan dengan putrinya!!
      Dan tidak ada seorangpun yang tahu bentuk tradisi macam apakah ini? Apakah ia hanya bagian dari kesedihan yang sangat menyakitkan dan datang untuk mencekik manusia di kegelapan malam. Hal itu datang begitu saja dan hadir diantara manusia dan menghalangi secercah sinar kebahagiaan yang sedikit lagi akan diraihnya!! Yang penting, pemudalah yang selalu menjadi korban utamanya.
      Dan mengapa keluarga Laila hanya menerima seorang pemuda dari kabilah Bani Tsaqif untuk dijadikan suaminya? Seorang pemuda yang seumur hidupnya tidak pernah dikenal, bahkan dilihat oleh Laila sebelumnya. Padahal, ia tidak memiliki keistimewaan tertentu sehingga dapat dinilai lebih unggul dibanding Qais, putra pamannya. Dan kita tidak dapat mengetahui, apakah Laila menangis karenanya? Apakah ia berontak terhadap keputusan orang tuanya? Apakah ia mogok makan seperti halnya perempuan yang tengah menunjukkan ketidak setujuannya?!
      Yang kita tahu, akhirnya Laila menikah dengan pemuda pilihan keluarganya itu. Dan pindah ke Thaif bersama dengan suaminya. Hal tersebut sesuai dengan perintah ayahnya yang ingin menjauhkan Laila dari panggung kehidupan yang pernah dilaluinya.
      Kini, tinggallah Qais dalam kesendiriannya, dan akhirnya ia-pun gila. Hal tersebut disebabkan karena logika nalarnya tidak dapat menerima keputusan pamannya yang sangat tidak masuk akal. Dan ia-pun tidak mengerti mengapa tidak ada satu kabilah-pun yang mencoba untuk melenturkan ego pamannya tersebut. Malah, mereka semuanya membenarkan pendapatnya!
      Tidak diragukan lagi, pasti ada beberapa alasan yang melatar belakangi keputusannya tersebut. Akan tetapi, tidak ada satupun yang dikemukakan kepada kita. Kita hanya dapat mengetahui bahwa tradsi bangsa Arab pada waktu itu hanya dapat mengatakan kalimat: “Tidak”. Kalimat ini meluncur begitu saja dari lisan ayah Laila. Ia telah menutup telinga dan matanya. Ia tidak melihat bagaimana anak saudaranya merintih di padang pasir karena perasaannya yang tengah dilanda asmara.
      Bahkan, hatinya tidak tergerak sedikit-pun ketika mendengan lantunan bait-bait syair yang sangat indah yang dilantunkan oleh orang-orang setelahnya. Mereka menggambarkan penderitaan Qais yang begitu mendalam. Seorang Qais yang telah melalui masa mudanya yang begitu menyakitkan di hamparan kerikil padang pasir yang tandus. Dan akhirnya, ia-pun menemui kematiannya disebuah lembah yang terpencil, jauh dari sanak keluarganya yang telah menjadikannya tumbal berbagai impian. Jauh dari Laila yang telah menyiksa dirinya dengan cintanya.
      Saya akan keluar dari kisah ini dengan dua kesimpulan yang berhasil saya dapatkan:
      Pertama: bisa jadi, pamannya tadi tidak mengerti keberadaan cinta sama sekali. Sehingga ia tidak mampu merasakan bagaimana kencangnya degupan jantung Qais ketika menahan gelombang asmara yang tengah melandanya. Sehingga kerongkongan pamannya tersebut tidak dapat bergerak untuk mengubah keputusannya ketika melihat rintihan seorang kekasih, putra saudaranya sendiri.
      Kedua: bisa jadi, ia sangat menyukai bait-bait syair yang sangat indah. Kefanatikannya tersebut telah mencapai tingkatan hypomania.[1] Karena, secara umum kita telah mengetahui sebuah teori yang mengatakan bahwa jarak yang sangat jauh, penolakan, ditinggalkan orang yang disayang, kegagalan dan hal-hal lain yang dapat menyebabkan hati yang sedang merindu menjadi menderita akan memberikan inspirasi-inspirasi menarik, sehingga dapat melahirkan syair-syair yang sangat indah.
      Dan memang, sampai detik ini kita dapat melihat bahwa sebagian besar penyair yang memiliki hasil karya sastra yang sangat indah adalah mereka, orang-orang yang tengah mengalami sebuah perpisahan, perbaikan hubungan setelah adanya percekcokan dengan pasangannya dan hal-hal menyakitkan lainnya. Dalam sebuah bait syairnya yang sangat indah, Qais berkata:

Demi Tuhan, aku sungguh mencintainya
Aku hanya mampu berfikir, apa dosa yang telah kuperbuat kepadamu, sehingga mendapatkan keputusan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya
Demi Tuhan, aku tidak mengerti atas dasar apa engkau ingin membunuhku
Dosa apa yang telah aku perbuat terhadapmu
Apakah aku harus membunuh diriku dengan seikat tali
Atau, aku harus meminum racun
Atau aku harus berlari dan hidup di suatu tempat yang tidak ada satupun manusia di dalamnya!
Atau, apa yang harus aku perbuat!
Apakah aku harus menyingkapkan seluruh isi hatiku sampai aku merasa lelah
Apa yang kau inginkan!
 Apa yang harus aku perbuat
Aku adalah orang yang teraniaya
 Aku sangat lelah....
     
      Malang nian garis kehidupan yang harus dilewati oleh Qais, ia tidak pernah merampas harta milik orang lain, ia juga tidak pernah berzina atau membunuh siapapun. Akan tetapi, ia telah dijatuhi hukuman mati oleh kabilahnya sendiri... hanya karena dirinya jatuh cinta dan tenggelam dalam sebuah kerinduan. Karena ia berterus terang untuk mengungkapkan isi hatinya. Karena ia tidak takut dengan seluruh perasaan yang melandanya dan ia tidak berusaha untuk melakukan tipu daya licik untuk mendapatkan kekasih hatinya!
      Dari pemaparan diatas, secara tidak langsung kita dapat mengenal tokoh Qais. Sepertinya, ia adalah seorang pribadi yang tidak akan kita dapatkan tandingannya. Atau, apakah mungkin orang-orang yang menceritakan kisahnya menyajikan kisah tersebut secara berlebihan, sehingga mereka mempergunakan kisah ini untuk menggambarkan kesedihan yang mereka alami, baik karena disebabkan oleh penindasan atau keputus asaan.







[1] Hypomania adalah salah satu penyakit kejiwaan yang diawali dengan tumbuhnya ambisi secara berlebihan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Translate

Wheather Forecast

Monster Drift

Welcome to My Blog

Aqua Clock

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

AT-TAUHID

AT-TAUHID
syahadah

- Copyright © 2025 YONAS SYABAB'S INFORMATION CENTER -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Yonas Septiyan -