Archive for Maret 2013

Yonas Post : BATTLE OF AL-YARMOUK Episode 3

Minggu, 31 Maret 2013
Posted by Unknown



http://ansaaar1.files.wordpress.com/2012/06/khalid-bin-walid-sword-of-allah-sahaba-ansaaar1-shamikh11.jpg

Di pintu masuk utama daerah yang datar itu, yang terletak di antara lembah Ghulan dan lembah Riqad, terdapat tempat terbuka yang luas. Di sebelah kanannya, terdapat sebagian perkemahan kaum muslimin.
Tampak Khalid bin Walid, Abu Ubaidah, Amr bin Ash dan Syurahbil bin Hasanah  sedang berdiri di depan kemah Abu Ubaidah.

Khalid    : (Memanggil) “Wahai ‘Ayyad bin Ghanam!”
Suara     : “Siap tuanku!”
Khalid    : “Kamu memimpin pasukan kavaleri (pasukan berkuda) yang ketiga puluh tujuh, wahai Abu al-A’war al-Silmy!”
Suara     : “Siap tuanku!”
Khalid    : “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang ketiga puluh delapan, wahai pemberani (yang mempunyai kuda liar)!”
Suara     : “Siap tuanku!”
Khalid    : “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang ketiga puluh sembilan, wahai Fadhl bin Abbas bin Abdul Muthalib!”
Suara     : “Siap tuanku!”
Khalid    : “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang keempat puluh, wahai anak paman Nabi. Wahai kaum muslimin.....! Saya telah membagi kalian menjadi beberapa bagian pasukan berkuda supaya kalian berlomba-lomba dalam berperang melawan musuh. Dan supaya kalian semua tahu resiko akibat kelalaian yang kalian lakukan. Dan setiap anggota pasukan kavaleri harus mematuhi komandan regunya dan setiap komandan regu harus patuh kepada komandan yang lebih tinggi. Jika dia menyuruh kalian untuk ke kanan atau ke kiri atau berbalik maka taatilah perintah itu! Nah sekarang bubarlah kalian semua untuk menempati pos-pos yang telah ditentukan, semoga Allah merahmati kalian semua!”
          (terdengar suara langkah kaki mereka yang bubar, keramaianpun berkurang sedikit demi sedikit sampai akhirnya keadaan benar-benar sunyi).
Khalid    : (Menoleh kearah para komandan regu tentara) “Apakah kalian tahu di mana posisi kita dan di mana posisi tentara Romawi sekarang? posisi tentara Romawi sekarang berada di tanah datar yang terletak diantara lembah Nahar dan Buhairah. Sedangkan kita berada di pintu masuk daerah tersebut. Jadi tidak ada jalan keluar bagi mereka untuk melarikan diri kecuali dari arah kita dan jaring  ini.”
Amr       : “Ya, demi Allah pasukan Romawi telah terkepung dan itu pertanda baik bagi kita.”
Khalid    : “Itu adalah tipu muslihat, wahai Amr bin ‘Ash.”
Amr       : “Kamu hebat wahai Abu Sulaiman. Demi Allah saya tidak akan menentang pendapatmu dalam hal ini selamanya.”
Khalid    : “Kemarilah kalian semua bersamaku, untuk melihat keadaan dari arah sini supaya kita lebih tahu. Kemarilah!”
Abu Ubaidah   : “Dan saya wahai Abu Sulaiman, mungkinkah saya pergi bersama kalian?”
Khalid    : “Jangan, kamu harus tetap di sini, di kemahmu untuk melayani segala kebutuhan orang-orang di sini!”
Abu Ubaidah   : “Saya akan mentaati perintahmu wahai Abu Sulaiman.”
          (Khalid, Amr, dan Syurahbil keluar)
          (Abu Ubaidah duduk di atas tanah, di depan kemahnya sambil menggosok-gosok pedang, membolik-balikkan dan memperbaikinya. Duduk di sampingnya Mu’adz bin Jabal)
          (Rumanus masuk bersama tentara Romawi)
Abu Ubaidah   : “Siapa orang yang bersamamu Rumanus?”
Mu’adz    : “Dialah utusan Bahan, panglima pasukan tentara Romawi.”
Abu Ubaidah   : “Apakah dia dapat berbicara bahasa Arab?”
Jurjah    : “(Dengan tergagap) ya, saya dapat berbicara bahasa Arab.”
Abu Ubaidah   : “(Berdiri dari tempat duduknya dengan wajah ceria) selamat datang wahai saudaraku dari Romawi.”
Jurjah    : “Nama saya Jurjah dan saya bukan dari Romawi tetapi dari Armenia.”
Abu Ubaidah   : “Apakah kamu tidak ingin duduk, Jurjah?”
Jurjah    : “Di mana saya duduk?”
Abu Ubaidah   : “Di sini, di mana aku duduk.”
Jurjah    : “Apakah benar kamu adalah pemimpin mereka?”
Rumanus   : “Celaka kamu, apa kamu kira saya menipumu?”
Abu Ubaidah   : “Biarkan dia menanyakan apa saja. Ya, saya adalah pemimpin mereka, wahai Jurjah!”
Jurjah    : “Abu Ubaidah?”
Abu Ubaidah   : “Ya, saya adalah Abu Ubaidah.”
Jurjah    : “Bukankah kamu mempunyai tempat duduk (singgasana) yang lebih baik dari ini?”
Abu Ubaidah   : “Dalam keadaan panas begini, tidak ada tempat yang lebih baik dari tempat berteduh ini.”
Jurjah    : “Dengan duduk di atas tanah seperti ini? tanpa alas permadani ataupun bantal?”
Abu Ubaidah   : “Wahai Jurjah, kita adalah hamba Allah. Kita berjalan, duduk, makan dan tidur di atas bumi ini dan itu semua tidak menurunkan posisi kita di sisi Allah. Bahkan dengan seperti itu, pahala kita akan semakin bertamabah dan derajat kita akan semakin tinggi.”
Jurjah    : “Tetapi kamu adalah pemimpin mereka. Kebiasaan di kita, tempat seperti ini hanya diperuntukkan untuk para budak.”
Abu Ubaidah   : “Di kita, kedudukan pemimpin dan budak sama saja. Semuanya adalah hamba Allah. Tidak ada yang lebih utama di antara kita kecuali dengan ketaqwaan dan perbuatan baik.”
Jurjah    : “Bagaimana pendapatmu jika kamu duduk dengan beralaskan bantal atau permadani, apakah hal seperti itu dilarang dan diharamkan menurut agama kamu?”                       
Abu Ubaidah   : “Tidak, Allah menghalalkan semua hal-hal yang baik itu bagi kita.”
Jurjah    : “Lalu apa yang mencegahmu untuk duduk dengan beralaskan permadani dan bantal?”
Abu Ubaidah   : “Saya tidak punya bantal maupun permadani.”
Jurjah    : “Jadi bagaimana kamu tidur?”
Abu Ubaidah   : “Saya tidur dengan berbantalkan pelana kudaku dan berselimutkan mantelku.”
Jurjah    : “Apakah kamu miskin?”
Abu Ubaidah   : “Hanya Allahlah yang Maha kaya. Kemarin untuk memberi nafkah isteri saya, saya telah meminjamnya dari sahabatku ini (menunjuk kepada Mu’adz).”
Jurjah    : “Apakah dia lebih kaya dari kamu?”
Abu Ubaidah   : “Di antara kita tidak ada orang yang lebih kaya jika dibandingkan dengan yang lainnya. Tetapi terkadang salah satu dari kita hari ini memiliki sesuatu yang tidak dimiliki saudaranya. Kemudian, mungkin besok saudaranya memiliki apa yang tidak ia miliki. Jadi kita satu sama lain saling pinjam meminjam.”
Jurjah    : “Jadi kalau kamu mempunyai bantal dan permadani maka kamu akan menjadikannya sebagai alas tempat dudukmu?”
Abu Ubaidah   : “Tidak,  saya tidak akan menjadikan bantal dan permadani seperti itu. Semua kaum muslimin yang bersama saya di sini menjadikan bumi sebagai tempat tidur mereka.”
Jurjah    : “Apakah mereka akan mengingkari dan melarangmu jika kamu melakukan hal seperti itu?”
Abu Ubaidah   : “Saya melarang diri saya sendiri sebelum mereka melarang saya.”
Jurjah    : “Tetapi kamu adalah pemimpin mereka!?”
Abu Ubaidah   : “Justru itulah yang menjadikan saya untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kasak-kusuk bahan omongan dan berpengaruh pada diri mereka.”
          (Jurjah terdiam sambil merasa heran dan kagum).
Mu’adz    : “Wahai saudaraku dari Armenia, bukankah kamu melarang pemimpin kami untuk duduk, karena kamu tidak ingin duduk sampai akhirnya kami duduk bersama kamu?”
Abu Ubaidah   : “(Mencopot mantel dari punggungnya dan menggelarnya di atas tanah) duduklah, wahai saudaraku, di atas mantel ini

Yonas Post : BATTLE OF AL-YARMOUK Episode 2

Minggu, 24 Maret 2013
Posted by Unknown


EPISODE KEDUA

http://s3.vidimg.popscreen.com/original/28/eGMwdDR4MTI=_o_khalid-ibn-al-walid-ra-636-bataille-de-yarmouk.jpg

Di daerah perbukitan tinggi yang posisinya berada di belakang perkemahan kaum muslimin, para wanita telah berkumpul di dalam tenda mereka, berbincang-bincang sambil menunggu waktu sore tiba. Perkemahan ini berada di dataran paling atas yang merupakan daerah tempat penggembalaan. Sementara itu, di tempat yang lebih rendah, Hindun bin Utbah dan anak perempuannya, Juwairiyah, terlihat sedang membawa dua ikat tali kayu bakar di punggung mereka. Tiba-tiba, Asma` binti Abu Bakar turun dari perbukitan tinggi itu dan menemui mereka di dataran rendah tersebut. Dan akhirnya Hindun pun berhenti sambil beristirahat.
Hindun    : “Apa kabar wahai Asma` binti Abu Bakar?”
Asma`     : “Apa kabar Hindun. Kemarikan kayu bakar itu, biar saya yang membawanya.”
Hindun    : “Jangan. Demi Allah, tidak ada yang boleh membawanya selain aku.”
Asma`     : “Saya lihat kamu menduduki ikatan itu, itu tandanya kamu sudah tidak kuat lagi.”
Hindun    : “Tidak apa-apa, saya hanya istirahat sebentar. Sebab menaiki perbukitan yang tinggi itu sangatlah melelahkan.”
Juwairiyah    : “Demi Allah, mengapa mereka menempatkan kita di perbukitan yang tinggi seperti ini?”
Hindun    : “Celaka kamu! Apa kamu tidak tahu kenapa? Sebab supaya kita aman dari serangan musuh!”
Asma`     : “Dan kita dapat memukul setiap anggota tentara kita yang melarikan dari dari medan perang.”
Hindun    : (Sambil bergurau) “Saya bersumpah, jika ayahmu melarikan diri dari medan perang, maka saya akan memukulnya dengan ujung kayu ini.”
Juwairiyah    : “Tidak wahai ibu, Abu Sufyan bukanlah orang yang suka lari dari medan perang.”
Hindun    : “Lari atau tidak, itu tidak penting bagiku.”
Asma`     : “Celaka kamu wahai Ummu Hanzhalah. Abu Sufyan adalah pemimpin Quraisy pada zamannya.”
Hindun    : “Orang tua itu mengira kalau ia dapat mengadopsi anak perempuan, maka ia akan kembali muda.”
Asma`     : “Jangan percaya dia Hindun. Sebenarnya siapa yang tidak beruntung dapat menemukan orang seperti Hindun binti Utbah?”
Hindun    : “Dia mengira kalau saya telah tua dan masa-masaku telah hilang.”
Asma`     : “Dan dia sendiri, apakah dia tidak merasa kalau dirinya sudah tua dan masa-masanya juga sudah lewat?”
Hindun    : “Katakan pada dia wahai Asma` binti Abu Bakar, dan tanyakan kepadanya kenapa sekarang dia berperang dengan lidahnya, tidak berperang dengan umurnya?”
Asma`     : (Tertawa) “Siapa yang mengajarimu untuk mengatakan ini, wahai Ummu Hanzhalah?”
Juwairiyah    : “Kamu jangan sewenang-wenang terhadapnya, ibu. Amirul Mukminin-lah yang menyuruhnya untuk berperang dengan lidahnya.”
Hindun    : “Dan mencegahnya untuk berperang dengan umurnya?”
Juwairiyah    : “Dialah yang menugaskan ayah untuk menjadi pemberi semangat kepada para tentara serta memperingatkan mereka tentang pahala yang akan diberikan Allah bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya.”
Hindun    : “Karena ia hanya cocok melakukan itu saja.”
Asma`     : “Jangan marah, Juwairiyah. Sebenarnya ibumu mencintainya dan cemburu terhadap dirinya itu.”
Hindun    : “Apa, aku menyukainya? Apa yang saya sukai dari dirinya? Dan apa yang harus saya cemburui dari dirinya?”
Asma`     :(Asma` mengembalikan ingatan Hindun ke masa-masa silam, dan mencontohkan dengan mengalunkan sya’ir)
“Ketika mereka datang, kita mendekapnya.
Atau ketika mereka berpaling (untuk pergi), itu berarti kita berpisah dengannya.
Maka itu berarti kehilangan orang yang kita cintai.
Dengan perpisahan yang tanpa cinta.
Nah sekarang, apakah kamu ingat ini wahai Hindun?”
Hindun    : (Dengan perasaan tersinggung) “Apakah ini suatu cemoohan wahai Asma`? Jika benar, maka hari-hari itu telah lewat. Dan kami bersyukur kepada Allah karena telah memuliakan kami dengan datangnya Islam.”
Asma`     : “Kenapa Allah menjadikan sya’ir itu selalu saya ingat wahai Hindun? Karena saya tahu bahwa Islam membatalkan sesuatu yang datang sebelumnya (jika hal itu merupakan hal buruk). Dan saya menyebutkan bait-bait sya’ir ini karena ingin mengajak kamu untuk mengagumi makna yang terkandung di dalamnya bersama saya. Yaitu bagaimana orang-orang yang dahulu memusuhi Islam tapi sekarang malah menjadi pembelanya untuk menegakkan kalimat Allah di dunia ini?!”
Hindun    : “Kamu benar Asma`. Ketika itu saya adalah seorang perempuan muda yang sabar, tegar dan keras. Tetapi walaupun begitu saya takut kematian akan mendatangi diriku, anak-anakku dan keluargaku. Tapi sekarang saya mengharapkan mati sebagai syahid untuk diriku dan mereka semua.”
Juwairiyah    : “Dan untuk ayah juga wahai ibu?”
Hindun    : (Tampak hilang kemarahannya) “Terutama untuk ayahmu!”
          (Mereka akhirnya tertawa bersama-sama)
          (Kemudian Hindun dan Juwairiyah berdiri untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju ke atas bukit sampai akhirnya mereka tidak kelihatan karena terhalang oleh tenda-tenda yang berada di bukit itu. Sedangkan Asma` sendiri turun sampai akhirnya ia keluar dari sisi sebelah kanan tempat penggembalaan hewan yang masih merupakan kawasan perbukitan itu).
          (Tampak Abu Ubaidah sedang mendaki bukit)
Abu Ubaidah   : (Memanggil) “Wahai Ummu Ubaidah, hai Ummu Ubaidah!”
Suara     : “Ya, ya wahai Abu Ubaidah.”
          (Muncullah Hindun binti Jabir dari balik tenda)
Abu Ubaidah   : (Mendekatinya sambil berjalan mendaki) “Bagaimana keadaan para wanita muslimah dan anak-anak mereka?”
Hindun    : “Alhamdulillah, mereka sehat semua.”
Abu Ubaidah   : “Apa mereka tidak membutuhkan sesuatu?”
Hindun    : “Semuanya tersedia.”
Abu Ubaidah   : “Dan kamu wahai binti Jabir, bagaimana kabarmu?”
Hindun    : “Saya, ya seperti yang kamu lihat, alhamdulillah sehat-sehat saja.”
Abu Ubaidah   : “Bagaimana dengan itu, Hindun?”
Hindun    : “Saya tidak ingin menjadikanmu wahai sahabat Rasulullah.”
Abu Ubaidah   : “Kamu masih saja memakai pakaian ini wahai Hindun?”
Hindun    :(Berkeluh kesah) “Wahai Abu Ubaidah, seandainya nama kuniyahku (Nama julukanku) dapat menutupi diriku, tentu saya tidak peduli atas pakaian macam apa yang aku pakai. Tetapi ternyata diri saya adalah satu-satunya perempuan yang memakai pakaian

Yonas Post : Battle of Al Yarmouk Episode 1

Senin, 18 Maret 2013
Posted by Unknown


EPISODE PERTAMA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsC9nR6dYhGv9wurzpNrDp9VvQxyzjmuKVEPdS6N5-kXHb9WDjpbvCqhwFGY3WRkdMGb7MNz2Kar3DQZXv5Lv73xYZrdXBDVglZKuiuceFm8GC_mL2VOOq6eNTLU7hs81J1BrOpouAmY8/s640/Kavaleri+Islam.jpg

Tentara kaum muslimin berkumpul di satu dataran tinggi tandus dekat sungai Yarmuk. Mereka menjadikan daerah yang berada di belakang mereka sebagai tempat penyimpanan logistik dan bala bantuan. Di situ, terdapat tenda Abu Ubaidah yang sangat luas karena dijadikan pusat  perkumpulan bagi tentara kaum muslimin.
Tampak Abu Ubaidah sedang duduk, dia di kelilingi oleh beberapa komandan tentara antara lain: “Khalid, Amr bin Al ‘Ash, Yazid bin Abu Sufyan,  Syurahbil bin Hasanah  dan Mu’adz bin Jabal.  Di depan mereka berdiri seorang laki-laki berasal dari daerah Tanukh yang dipaggil Abu Basyir dan seorang petani dari daerah Ghutah, Damaskus, yang sedang menangis dan mengiba kepada Abu Ubaidah.

Petani    : “Balaskan untuk saya wahai panglima Arab, balaskan buat saya atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan.”
Abu Ubaidah: “Apa yang telah mereka perbuat pada dirimu?”
Petani    : “Saya tidak dapat menceritakannya kepada kalian karena perbuatan mereka sangat kejam! sangat biadab!”
Abu Basyir: “Apakah anda mengizinkan saya untuk menceritakannya kepada mereka?”
Petani        : “Lakukanlah.”
Abu Basyir    : “Ketika tentara Romawi kembali ke Damaskus -setelah kalian kalahkan- sebagian mereka singgah di daerah saudara kita ini yaitu daerah Ghutah. Di daerah ini terdapat ratusan hewan ternak kambing dan lainnya. Dan Petrik  (sebutan untuk komandan pasukan Romawi yang membawahi sekitar 10.000 pasukan) menyembelihnya setiap hari untuk dimakan. Ketika Petrik akan melanjutkan perjalanan pulang, para saudaranya merampas semua hewan ternak yang ada di situ. Lalu ketika saudara kita ini, yang pada waktu kejadian masih berada di kota, akan mengambil hewan-hewan ternak itu karena suatu kebutuhan, ternyata hewan ternak itu telah habis. Akhirnya anak perempuannya pergi bersama pembantunya ke Petrik  untuk mengadukan segala apa yang telah terjadi. Sang anak perempuan itu berkata: ‘Segala apa yang kamu ambil buat diri anda, maka saya ikhlas. Akan tetapi, katakan kepada saudara-saudara paduka untuk mengembalikan seluruh hewan ternak yang telah mereka ambil dari kami. Mendengar pengaduan itu, ternyata Petrik tidak

Yonas Post : Pengelolaan SDA dalam Perspektif ISLAM

Jumat, 08 Maret 2013
Posted by Unknown


http://feusakti.files.wordpress.com/2012/03/ekonomi-pengelolaamsdadalamperspektifislam.gif
      
          Semua orang  tahu alam Indonesia sangat kaya. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, alamnya indah. Indonesia juga adalah negeri yang memiliki potensi kekayaan laut luar biasa. Wilayah perairannya  sangat luas, belum lagi kandungan ikan yang diperkirakan mencapai  6,2 juta ton, mutiara,  minyak dan kandungan mineral lainnya, termasuk di dalamnya keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, menurut Menteri Kelautan, bisa didapat devisa lebih dari 8 milyar US dollar setiap tahunnya. Sementara, di daratan terdapat  berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara dan sebagainya. Di bawah perut bumi sendiri tersimpan gas dan minyak yang juga termasuk cukup besar. Kandungan emas di bumi Papua yang kini dikelola PT. Freeport Indonesia, misalnya, konon termasuk yang terbesar di dunia. Tak heran bila McMoran Gold and Coper, induk dari PTFI, berani membenamkan investasi yang sangat besar untuk mengeduk emas dari bumi Papua itu sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
            Tapi, semua orang juga tahu, kini Indonesia terpuruk menjadi negara miskin. GNP perkapita hanya sedikit lebih banyak dari Zimbabwe, sebuah negara miskin di Afrika. Sudahlah rakyatnya miskin, utang negara luar biasa besar. Disebut-sebut  lebih dari Rp 1400 trilyun rupiah. Sebanyak Rp. 742 triliun rupiah diantaranya berupa utang luar negeri, sisanya adalah utang dalam negeri (Forum, 5 Maret 2002). Pertanyaannya,  siapa yang harus menanggung beban utang yang sedemikian besarnya itu? Tidak lain tentu saja adalah rakyat Indonesia sendiri. Hal ini nampak pada pos penerimaan  dalam APBN tahun 2002 yang dari sektor pajak  mencapai sekitar 70%. Itu artinya, rakyat  jualah yang harus menanggung beban keterpurukan ekonomi Indonesia. Jika kondisi seperti ini tidak segera dibenahi, maka dikhawatirkan akan timbul bencana ekonomi yang lebih berat dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Tampak,  bahwa beban perbaikan  ekonomi  ke depan akan semakin bertambah berat karena Indonesia harus menanggung cicilan utang plus bunganya, ditambah dengan masih tingginya ketergantungan pemerintah  terhadap bantuan (utang) luar negeri untuk keperluan pembangunan nasional dan berjalannya roda pemerintahan.
Dengan demikian, sesungguhnya  pola pembangunan Indonesia di masa sekarang ini tidaklah banyak mengalami perubahan dibanding dengan masa Orde Baru (yang telah direformasi itu). Yaitu tetap  mengandalkan sumber pembiayaan pembangunan dari utang luar negeri dan menggenjot pajak. Belakangan,  utang luar negeri yang bukan berkurang melainkan justru makin bertambah terus itu  menurut Lubis et al., (1998) memunculkan  persoalan baru seperti kerusakan hutan dan  polusi alam akibat eksploitasi sumber daya alam yang makin tak terkendali demi mendapatkan  devisa dan pesanan negara donor di luar negeri untuk mencicil utang luar negeri plus bunganya yang terus membengkak.
Sumberdaya alam Indonesia yang demikian kaya itu ternyata tidak memberikan berkah yang semestinya. Dari sini sangat bisa dimengerti, mengapa negara kaya seperti Indonesia penduduknya harus menjadi miskin papa laksana ‘ayam mati di atas pendaringan beras’. Pertanyaannya, mengapa itu bisa terjadi? Di mana letak kekeliruannya, pada sistem pengelolaannya atau pada orang-orangnya yang  kurang cakap dan  kurang amanah ataukah keduanya?

Pengelolaan SDA di Indonesia

 

Seperti telah banyak diketahui, di Indonesia khususnya sepanjang pemerintahan Orde Baru, individu ataupun swasta bisa mendapatkan  hak yang diberikan oleh penguasa pada waktu itu untuk menguasai dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam seperti tambang (batubara, emas, tembaga),  hutan, minyak dan gas bumi dsb. Untuk sektor kehutanan, sebagai contoh, menurut laporan Warta Ekonomi (Agustus, 1998), sebagian besar hutan di Indonesia sampai sebelum reformasi, sudah dikuasai oleh dua belas (12) grup besar melalui 109 perusahaannya. Diantaranya,  Grup Kayu Lapis milik Hunawan Widjajanto  menguasai  3,5 juta hektar HPH, menduduki tempat teratas. Urutan selanjutnya adalah Grup Djajanti Djaja milik Burhan Uray yang menguasai 2,9 juta hektar, Grup Barito Pacific milik Prajogo Pangestu memegang 2,7 hektar, Grup Kalimanis milik Bob Hasan menguasai 1,6 juta hektar, PT Alas Kusumah Group menguasai  1,2 juta hektar,  Sumalindo Group dengan luas 850.000 hektar,  PT Daya Sakti Group dengan luas 540.000 hektar,  Raja Garuda Mas Group dengan luas 380.000 hektar dan seterusnya. Dengan pola pengelolaan yang relatif tetap,  kepemilikan HPH seperti tersebut di atas diyakini hingga  kini  belum banyak berubah.
            Meski  dalam kontrak perjanjiannya tidak sampai menguasai sumber daya alam dalam bentuk hak milik, namun yang berhak untuk memiliki hasil bersih dari sumber daya alam yang telah dieksploitasi tersebut tetaplah para pemegang sahamnya, setelah dikurangi untuk biaya produksi, pajak dan gaji buruh. Sebagai contoh, menurut laporan Walhi yang diterbitkan tahun 1993, rata-rata hasil  hutan di Indonesia setiap tahunnya yang ketika itu adalah 2,5 milyar US Dollar (kini diperkirakan mencapai sekitar 7 – 8 milyar US dollar -- Kompas, 10 Februari 2001). Dari hasil sejumlah itu, yang masuk ke dalam kas negara hanya 17 %, sedangkan sisanya yaitu sebesar 83 % masuk ke kantong pengusaha HPH (Sembiring, 1994).
Pengelolaan hutan dengan sistem HPH sebenarnya bukan asli Indonesia, melainkan  ditiru dari Belanda.  Sistem pemberian HPH yang sesungguhnya sudah dianggap salah oleh Belanda dan sangat merugikan rakyat itu beratus tahun kemudian, tepatnya tahun 1968,  diterapkan rezim Orde Baru. Saat itu pemerintah memang  benar-benar sedang butuh duit untuk biaya  pembangunan sehingga hampir setengah dari seluruh luas hutan yang 144 juta hektar itu diperkenankan untuk diambil kayunya.
Dalam konsep HPH, pemegang HPH  mengeksploitasi hutan selama 35 tahun melalui rencana karya tahunan (RKT). Penebangan kayu sesuai RKT itu dilakukan terhadap blok-blok hutan secara berkeliling, sesudah itu diidealkan akan ditanam kembali sehingga pada tahun ke-36 atau sesudah habis masa konsesi, hutan pada RKT pertama bisa ditebang kembali. Dengan konsep itu pengelola HPH harus benar-benar orang yang mengerti kehutanan, sebab hutan memiliki tiga fungsi sekaligus, yakni ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam praktiknya, konsesi HPH dengan luas rata-rata 100.000 hektar itu diberikan kepada pengusaha "kelas dengkul", yayasan-yayasan termasuk yayasan milik tentara dan institusi lain yang sama sekali tidak memiliki modal, keahlian dan pengetahuan tentang kehutanan. Mereka akhirnya mencari mitra dari luar negeri (sebagian besar dari Malaysia) dan mereka hanya menerima fee dari para kontraktor asing itu.
Dan pada kenyataannya pula,  para pengusaha itu ternyata mengeksploitasi hutan secara membabi buta. Bila  untuk mendapatkan HPH tersebut diperlukan biaya, termasuk untuk menyuap para pejabat terkait, sebagai pengusaha, mereka  berkepentingan untuk dapat mengembalikan biaya yang dikeluarkan itu secepat mungkin dengan segala cara. Maka terjadilah eksploitasi hutan secara semena-mena. Perjalanan sejarah hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia ini benar-benar buram, sebab sejak itulah pengusahaan hutan di Indonesia tidak lagi mengindahkan aspek kelestarian.
            PT Inhutani, BUMN di bawah pengelolaan teknis Dephutbun pernah meneliti bahwa eksploitasi hutan melalui pola HPH ternyata telah menimbulkan kerusakan lebih dari 50 juta  hektar. Kerusakan itu makin menggila karena sering pula pengusaha hutan  melakukan ijon. Pada waktu HPH masih dalam proses atau dalam taraf surat keputusan pencadangan, mereka sudah melaksanakan transaksi dan mendapat fee dari mitra asing tersebut. Pada fase inilah terjadinya penjualan/penggadaian hutan Indonesia dengan mengabaikan segala aspek kelestarian dan fungsi sosial hutan. Inilah proses pembabatan hutan tropis di Indonesia melalui tebang habis Indonesia (THI). Ketentuan  Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) tidak ada dalam kamus mereka. Hutan produksi yang dicadangkan untuk HPH seluas 60 juta hektar dibabat habis. Akhirnya, rakyat yang memiliki hutan itu tidak kebagian apa-apa. Kini setelah puluhan juta hutan dibabat habis, rakyat masih harus terus menanggung derita akibat hutang negara yang berjibun jumlahnya.
Kini areal kerusakan hutan mencapai luas 56,98 juta hektar. Untuk merehabilitasinya,  Indonesia memerlukan dana Rp 225 triliun. Sementara, dana reboisasi (DR) di APBN hanya dianggarkan  Rp 7 triliun saja (Kompas, 23 Oktober 2000). Itupun masih akan bertambah karena kerusakan hutan di Indonesia kini diperkirakan mencapai   1,6 juta hektar per tahun. Sementara, kemampuan rehabilitasi hutan dan lahan di luar kawasan hutan hanya 400.000 – 500. 000 hektar  pertahun (Kompas, 23 Oktober 2000). Dalam beberapa tahun  ke depan hutan Indonesia bakal terancam punah jika illegal logging  (penebangan kayu illegal) tidak dihentikan. Menurut  data World Bank, jika kondisi ini terus berlangsung, hutan di Sumatera akan punah 2005, sedangkan hutan di Kalimantan akan punah pada tahun 2010.
Sementara itu, dalam bidang perminyakan, menurut laporan majalah SWA Sembada (April-Mei, 1996), hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing yang merupakan perusahaan multinasional seperti Exxon (melalui Caltex), Atlantic Richfield (melalui Arco Indonesia) dan Mobil Oil. Selebihnya, Pertamina yang memproduksi. Dalam skala lebih kecil  muncul belakangan  pengusaha-pengusaha swasta nasional yang ikut terjun dalam bisnis minyak bumi seperti  Arifin Panigoro dengan Medconya, Tommy Soeharto dengan Humpussnya, Ibrahim Risjad, Srikandi Hakim dan Astra International.
            Dalam bidang pertambangan,  Indonesia juga dikenal sebagai negara  kaya. Secara geologis, Indonesia merupakan wilayah pertemuan deretan gunung berapi Sirkum Mediteranean dengan Sirkum Pasifik. Pergeseran lempengan bumi yang terjadi di masa lampau akibat kegiatan vulkanis telah membentuk cebakan-cebakan emas.
Dengan besarnya  potensi tambang ditambah aturan-aturan yang menguntungkan, Indonesia dengan mudah menarik  investor asing untuk menanamkan modalnya.Tahun  1967  PT Freeport Indonesia (FI) memulai dengan  Kontrak Karya generasi I (KK I) untuk  konsesi selama 30 tahun. Selama itu, PTFI boleh mengimpor semua peralatannya (tidak wajib menggunakan produksi dalam negeri) dan pemerintah Indonesia hampir tidak mendapat kompensasi apapun. Setelah kondisi politik dan perekonomian Indonesia mulai stabil,

yonas post : FUTURE ISLAMIC SCHOOL

Sabtu, 02 Maret 2013
Posted by Unknown



     Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkwalitas tinggi dalam penguasaaan Iptek sekaligus dibekali dengan Iman dan Taqwa (Imtaq) yang kuat. Untuk itulah diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah beserta komponen-komponen pendidikannya untuk momposisikan pendidikan sebagai investasi jangka panjang dalam menciptakan generasi-generasi yang tangguh. Usaha-usaha periodik dalam peningkatan mutu pendidikan dan keprofesionalannya merupakan langkah tepat dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Salah satu bentuk usaha tersebut dengan tersedianya institusi pendidikan kompetitif dalam melahirkan sumber daya yang memiliki penguasaan Iptek dan Imtaq yang berkualitas.  

    Institusi pendidikan bukanlah semata-mata sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan industri yang berdampak menghasilkan manusia-manusia yang kapitalistik. Dan institusi pendidikan bukan pula hanya berorientasi pada perhitungan akumulasi modal, sehingga menurunkan pelayanan akademiknya. Institusi ini harus dikembalikan pada fungsinya, yaitu sebagai wadah pencetak generasi unggul dalam penguasaan Iptek dan memiliki kepribadian yang utuh.

http://blog.oregonlive.com/breakingnews/2007/08/islam1.JPG     Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Dalam sistem ini tampak  jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus sebagai hidden curiculum, yang  sebenarnya berperanan sangat penting dalam penanaman nilai-nilai.

Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi  pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan  pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama   melalui madrasah, institut agama dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan  kejuruan serta  perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.   Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan di sini justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek. Di sisi lain, pengajaran agama dan persoalan keagamaan digarap oleh Depag, seolah pendidikan Islami identik dengan pengajaran agama Islam saja. Adanya pesantren  yang dalam banyak aspek acap dipuji sebagai sebuah bentuk pendidikan Islam alternatif, dalam perspektif ini, sesungguhnya makin mengukuhkan dikotomi pendidikan itu.

Pendidikan yang sekuler-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sainsteknologi melalui “pendidikan umum” yang diikutinya, tapi pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk   kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqofah Islam. Berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja “buta agama” dan rapuh kepribadiannya? Sementara mereka yang belajar di lingkungan “pendidikan agama”, memang menguasai tsaqofah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik, tapi di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor  modern (industri manufaktur, perdagangan dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena  orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, depag), tidak mampu terjun di sektor modern.

Pendidikan sekuler-materialistik juga memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material, kekinian dan serba profan serta memungkiri hal-hal yang bersifat transedental dan imanen.  Disadari atau tidak, berkembang penilaian  bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan  investasi yang telah ditanam.  Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan,  jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi  yang sangat individual. Nilai transendental dirasa  tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan.  Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni  seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh  dua hal.  
Pertama, paradigma  pendidikan yang keliru dimana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan   juga sekuler.  Tujuan  pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari

Translate

Wheather Forecast

Monster Drift

Welcome to My Blog

Aqua Clock

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

AT-TAUHID

AT-TAUHID
syahadah

- Copyright © YONAS SYABAB'S INFORMATION CENTER -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Yonas Septiyan -