Posted by : Unknown Minggu, 28 April 2013



TAULADAN ORANG-ORANG BAHAGIA

Seperti yang kita ketahui bahwa para nabi dan para rasul adalah makhluk yang paling besar kebahagiaannya, sebab mereka adalah orang yang paling besar ridhanya dengan Allah, paling besar ketaatannya kepada Allah, paling besar kepercayaannya dengan janji Allah, paling besar jihadnya di jalan Allah, dan paling rajin  melaksanakan perintah Allah siang dan malam, dalam waktu senang ataupun susah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita untuk meniru dan mengikuti mereka. Allah Swt berfirman, 

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al An’âm[6]:90)

Lihat Nabi Nuh As. Ia menemui kaumnya dan menyampaikan perintah Tuhannya. Namun, kaumnya menyakitinya bahkan sampai membuatnya pingsan. Ketika ia siuman, ia berkata kepada mereka, 
Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Al Mukminûn[23]:23)
Kaumnya juga pernah melukainya hingga darahnya mengucur deras, padahal ia mendoakan mereka, “Wahai Tuhanku, ampunilah kaumku, sebab mereka tidak tahu.” Nabi Nuh As tinggal bersama mereka selama 950 tahun, namun sampai akhir hayatnya, yang beriman kepadanya hanya segelintir orang saja. Ia mengadu kepada Tuhannya, 
"Aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).” (QS. Al Qamar[54]:10) 
Maka Allah pun menyejukkan hatinya dan menolongnya. Tidak ada yang selamat dari air bah kecuali orang yang naik ke atas kapal.
Lihat Nabi Ibrahim As. Ia memperingatkan dan mengancam bapaknya dengan lembut. Ia berkata, 
Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo'a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo'a kepada Tuhanku.”(QS. Maryam[19]:47-48) 

Ibrahim juga berkata, Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Ash Shâffât[37]:99)
Ibrahim As juga pernah diperintahkan untuk meninggalkan Hajar dan anak satu-satunya yang bernama Ismail di Balad Al Haram (Mekah). Dengan tegar, ia menjunjung tinggi perintah itu dan yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan para kekasih-Nya. Kemudian ia diperintahkan lagi untuk menyembelih anaknya Ismail itu, iapun segera melaksanakan perintah itu.  
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Kami panggillah ia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash Shâffât[37]:103-107)

 Ibrahim As juga menghadapi kaumnya dan Namrud serta mengajak mereka kepada Allah. Ia tidak pernah takut dan kebulatan tekadnya tak pernah berubah. 
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang beriman yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).”(QS. An Nahl[16]:120)
Allah juga berfirman tentangnya, “Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hûd[11]:75)
Lihat Nabi Musa As. Ia mengajak Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan kepada Allah. Ia berdialog dengan Fir’aun juga berdiskusi dengannya, dan hujjah Nabi Musa-lah yang menang. Namun Fir’aun tidak melepaskan Nabi Musa dan orang-orang yang bersamanya. Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, 
Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". (QS. Asy Syu’arâ[26]:61) Nabi Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy Syu’arâ[26]:62) 
Sebuah kata-kata yang penuh dengan keyakinan pada janji Allah dan kebersamaan-Nya. Maka, Allah membinasakan Fir’aun dan tentaranya serta mewariskan bumi dan negeri mereka kepada Bani Israil.
Lihat Nabi Ayyub As. Ia diuji dengan penyakit di tubuhnya, namun semua itu tidak pernah memalingkan hatinya dari Allah. Bahkan ia bersikap sabar, mengharap ridha dan selalu mengingat Tuhannya. Firman Allah Swt,
 “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”(QS. Al Anbiyâ’[21]:83-84)
Lihat pula Nabi Yusuf As. Ia berpindah dari ujian di dalam sumur tua ke fitnah dalam istana. Kemudian ia dijerumuskan ke dalam penjara padahal sudah jelas kebenarannya. Lalu ia bebas dari penjara untuk kemudian memegang kekuasaan kerajaan di negeri Mesir. Yusuf adalah sebaik-baik hamba. Ia ridha dengan ketentuan Allah. Fitnah tidak bisa berbuat apa-apa terhadap hamba yang selalu bertawakal dan kembali kepada Allah ini. Ia tidak pernah berkompromi untuk melakukan taat kepada-Nya. Malah ia berkata, 
Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka.”(QS. Yûsuf[12]:33)
 Kekuasaan pun tidak bisa menyibukkannya dari ketaatan. Hatinya selalu terpaut dengan Allah. Ia berkata, 
Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian tabir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yûsuf[12]:101)
Lihat pula Nabi Muhammad Saw, pemimpin orang yang terdahulu dan orang yang akan datang serta panutan seluruh makhluk. Manusia yang paling besar mendapatkan pertolongan, taufik dan bimbingan, serta manusia yang benar-benar paling bahagia. Beliau disakiti, tapi malah berdoa, “Wahai Tuhanku, ampunilah kaumku, sebab mereka belum tahu.”(HR. Bukhari) Beliau juga bersabda, “Aku berharap dari keturunan mereka ada orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.”(HR. Muslim)
Di antara bukti sikap pemaaf Nabi Muhammad Saw terhadap orang yang menyakitinya adalah saat Tahun Penaklukan. Beliau bersabda, “Silakan kalian pergi, kalian bebas. Tidak ada celaan atas kalian.” Beliau sering solat malam hingga kedua tumit beliau bengkak. Beliau hanya berkata, “Aku ingin menjadi hamba yang bersyukur.”(HR. Bukhari dan Muslim) Padahal kita tahu bahwa beliau telah mendapatkan jaminan pengampunan terhadap dosa yang telah lalu dan yang akan datang. Setiap kali ada perkara yang mengusiknya, beliau bersabda, “Hai Bilal, serukan untuk mendirikan solat, senangkan kami dengan seruan itu.” (HR. Abu Daud) Beliau juga bersabda, “Dijadikan kesejukan hatiku di dalam solat.”(HR. An Nasa’i dan Ahmad)
Semua perkataan Nabi Muhammad Saw dan perbuatannya merupakan panutan semua orang yang bahagia. 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzâb[33]:21)

ORANG-ORANG BAHAGIA BERJALAN DI LORONG YANG SAMA

Orang yang disebutkan dalam surah Yâsin datang dari ujung kota. Ia ingin memperbaharui dakwah para rasul. Ia telah menyaksikan sendiri kebinasaan orang-orang yang kafir. Ia berkata, 
Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku. Dikatakan (kepadanya), "Masuklah ke surga". Ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan".(QS. Yâsîn[36]:20-27)

Allah mengazab mereka setelah kematian orang yang disebutkan di dalam surah Yâsîn itu. Allah Swt berfirman,  

Dan kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.”(QS. Yâsîn[36]:28-30)

 Apakah akan bahagia kaum itu dengan kekufuran mereka dan apakah sengsara orang yang disebutkan dalam surah Yâsîn itu dengan ketaatannya kepada Allah?!
Buku-buku tafsir menyebutkan bahwa para penghuni gua atau ashhabul kahfi itu terdiri dari para pemuda yang beriman kepada Allah yang mereka semua adalah anak-anak pembesar kerajaan. Mereka lebih memilih apa yang ada di sisi Allah daripada kesenangan dunia yang semu. Mereka masuk ke sebuah gua yang gelap, menyelamatkan agama mereka. Mereka berkata, 
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”(QS. Al Kahfi[18]:15) 
Saat pelarian mereka, seekor anjing mengikuti mereka, yang menjadi peringatan juga nasehat bahwa siapa yang mengikuti orang-orang saleh, tidak akan pernah celaka.
Allah telah menyebutkan beberapa kemuliaan yang diberikan kepada ashhabul kahfi. Allah Swt berfirman,
 “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi[18]:13)
 “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.”(QS. Al Kahfi[18]:17) “Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (QS. Al Kahfi[18]:11) “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS. Al Kahfi[18]:25)
Para pemuda ini bahagia dalam gua yang gelap itu. Kebahagiaan dengan keimanan mereka melebihi hidup di dalam istana, bahkan dunia seperti penjara yang sempit lagi gelap akibat sikap kufur para penduduknya terhadap Sang Pencipta bumi dan langit.
Al Quran juga menyebutkan kisah seorang yang beriman dari keluarga Fir’aun dan dialog seorang mukmin yang fakir dengan saudaranya yang kafir, pemilik dua kebun yang tersebut dalam surah Al Kahfi.
Rasulullah Saw pernah mengisahkan tentang seorang hamba Allah, yakni budak kecil yang diserahkan oleh raja kepada seorang penyihir untuk belajar sihir, tapi ia malah pergi kepada seorang rahib. Rasulullah Saw mengisahkan bagaimana budak kecil itu menerima seruan dakwah dan mendapatkan beberapa karomah atau kemuliaan walaupun umurnya masih sangat muda. Bagaimana kematiannya yang memang sudah diinginkan oleh raja menjadi bukti kemuliaan, yakni ketika panah menancap di keningnya, tiba-tiba manusia yang hadir menuturkan “kami beriman kepada Allah, Tuhan anak kecil ini.” Saat itu, panah tadi jatuh ke tangan raja yang zalim tersebut. Ada yang berkata kepada raja, “Sungguh telah terjadi apa yang kau takutkan. Sungguh, semua manusia telah beriman.” Raja tersebut memerintahkan untuk membuat lubang panjang lalu dinyalakan api di dalamnya. Setelah api menyala, semua yang beriman dimasukkan ke dalam lubang itu. 
 Mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Burûj[85]:8) 

Begitulah sikap kebatilan di setiap masa dan saat. Tidak memiliki apa-apa kecuali kekerasan tanpa alasan yang rasional.
Jasad budak kecil itu ditemukan di zaman Umar Bin Khatthab Ra. Tangannya masih memegang kening seperti saat kematiannya –jasad ini ditemukan setelah beratus-ratus tahun sejak kejadian-. Setiap kali para penemu menggerakkan tangannya, darah mengucur dari luka di keningnya. -Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan dapat membuat hati bahagia dengan mengingat mereka-. Inilah kehidupan hakiki itu.
Di lorong ini pula, para sahabat Ra berjalan. Mereka bahagia dan membuat dunia bahagia. Dengan mereka, Allah mengubah wajah dunia. Mereka dapat merasakan manisnya iman ketika mereka ridha dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai rasul. Di antara para sahabat itu adalah Abu Bakar Ra. Teman setia –tidak ada seorang nabi pun yang mempunyai teman setia seperti ini- dan orang yang menyedekahkan seluruh hartanya. Ketika Abu Bakar ditanya “apa yang ia sisakan untuk anak-anaknya?”, ia menjawab, “Aku sisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.” Ia adalah seorang yang ridha dan diridhai.
Anas Ra meriwayatkan, “Pada perang Badar, pamanku Anas Bin An Nadhr tidak ikut perang. Ia berkata kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, aku tidak hadir sejak awal peperangan melawan kaum musyrikin. Seandainya Allah mengizinkanku untuk ikut dalam perang melawan kaum musyrikin, aku akan memperlihatkan kepada-Nya apa yang bisa kulakukan.” Ketika terjadi perang Uhud, iapun berkata, “Ya Allah, aku punya alasan untuk apa para sahabat melakukan ini dan aku tidak bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin.” Kemudian ia terjun ke kancah peperangan dan bertemu dengan Sa’ad Bin Mu’adz. Ia berkata, “Hai Sa’ad, demi Tuhan Nadhr, aku telah mencium bau surga di balik gunung Uhud itu.”
Sa’ad berkata, “Ya Rasulullah, aku tidak bisa melakukan seperti apa yang ia lakukan.” Anas berkata, “Ternyata ia telah tewas dengan sangat mengenaskan. Tidak ada yang dapat mengenalinya lagi kecuali saudarinya, dari jari-jarinya.” Anas juga berkata, “Kami berpendapat bahwa ayat berikut turun menyinggung tentangnya dan orang-orang yang sepertinya. Yakni ayat, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al Ahzâb[33]:23) (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, “Rasulullah Saw dan para sahabat pergi ke Badar dan mendahului kaum musyrikin. Maka, Rasulullah Saw bersabda, “Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya sebesar langit dan bumi.” Tiba-tiba Umair Bin Hammam berkata, “Hebat!” Mendengar itu, Rasulullah Saw bersabda, “Apa yang membuatmu mengucapkan itu?” Ia menjawab, “Demi Allah, tidak ada ya Rasul kecuali aku berharap dapat menjadi penghuninya.” Rasulullah Saw lalu bersabda, “Kamu salah satu penghuninya, hai Umair.” Saat itu, ia mengeluarkan beberapa kurma dari tempat bekalnya lalu memakannya, namun tiba-tiba ia berkata, “Jika aku masih tetap hidup setelah menghabiskan kurma ini, sungguh itu terlalu lama.” Seketika itu juga, ia membuang kurma yang ada di mulutnya dan terjun ke kancah pertempuran hingga iapun terbunuh.” (HR. Muslim)

Bila kita memperhatikan keadaan manusia dalam solat, haji, zikir dan doa, pasti kita akan mengetahui bahwa hal itu menjadi penyebab kebahagiaan mereka disatu sisi namun di sisi lain penyebab kesusahan dan kesengsaraan bagi orang yang mabuk dengan dunia.
Utsman Bin Affan berkata, “Seandainya hati kalian itu bersih, niscaya tidak akan pernah bosan dengan kalam Allah. Tidak berlalu satu hari pun kecuali ia membaca dan merenungi kitab Allah. Malah ada sebagian dari orang-orang yang hatinya bersih itu berdiri melakukan solat, burung hinggap di atas kepalanya. Burung itu mengiranya sebuah kayu, karena begitu lamanya ia berdiri dalam solat.”
Abu Darda juga pernah menjengung seorang laki-laki yang saat meninggal dunianya mengucap Alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Abu Darda berkata, “Kamu benar. Sesungguhnya apabila Allah memutuskan suatu keputusan, Dia sangat suka bila keputusan itu diterima dengan ikhlas.”
Ada beberapa orang yang mengikuti sikap sahabat, beriman kepada Allah dan jujur terhadap para rasul, di antaranya Umar Bin Abdul Aziz. Ia berkata, “Tidak ada kesenangan bagiku kecuali pada apa yang telah ditakdirkan.” Ada yang bertanya kepadanya, “Apa yang kamu sukai?” Ia menjawab, “Apa yang ditentukan oleh Allah Swt.”
Ketika terjadi cobaan pada Imam Ahmad, seorang muridnya yang bernama Abu Sa’id datang menemuinya dan berkata, “Hai Imam, katakan! Sesungguhnya kamu masih mempunyai tanggungan keluarga.” (Maksudnya, murid itu meminta Imam Ahmad untuk membenarkan ucapan bid’ah Al Ma’mun.) Namun Imam Ahmad berkata kepadanya, “Coba kamu lihat ke luar.” Murid itupun melihat keluar dan menemukan begitu banyak manusia sedang berkumpul untuk mencatat apa yang akan dikatakan oleh Imam Ahmad. Setelah menyaksikan itu, ia kembali kepada Imam Ahmad. Imam Ahmad kemudian berkata, “Demi Allah, aku tidak mau menyelamatkan diriku sendiri sementara aku menyebabkan mereka tersesat.” Imam Ahmad tetap tegar dan sabar hingga akhirnya cobaan itu berakhir. Ia memang benar-benar imam ahli sunah.
Diceritakan juga bahwa suatu ketika, ibu Imam Abu Hanifah datang menemuinya dalam penjara. Di sana ia dikurung dan dipukuli. Ibunya berkata, “Hai Nu’man, ilmu tidak memberikan keuntungan apa-apa kepadamu malah pukulan yang kauterima. Sudah saatnya kamu meninggalkannya.” Imam Abu Hanifah menjawab, “Hai ibu, seandainya aku mengharapkan dunia, aku pasti mendapatkannya. Namun aku ingin menjaga ilmu itu. Aku tidak akan menjerumuskan diriku kepada kebinasaan.” Sebab, ilmu itu sebuah kemuliaan. Siapa yang menginginkan dunia dengan ilmu pasti akan ia dapatkan dan siapa yang menginginkan akhirat dengan ilmu, juga pasti akan ia dapatkan.
Syeikh Ibnu Taimiyah pernah berkata di dalam penjara, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku kepadaku? Surgaku dan kebunku ada di dadaku. Kemanapun aku pergi, ia selalu bersamaku, tak pernah terpisah dariku. Kurunganku adalah tempat khalwat, kematianku adalah syahid dan terusirnya aku dari negeriku merupakan tamasya bagiku.” Ia sering duduk berzikir kepada Allah setelah solat subuh. Ia berkata, “Itu adalah sarapanku. Jika aku tidak sarapan, aku akan lemas.”
Jika terus bercerita tentang orang-orang yang bahagia, pasti tak akan ada habisnya. Kiranya cukuplah apa yang telah dipaparkan bagi orang yang mempunyai hati atau pendengaran. Ringkasnya, lisan hal orang-orang saleh menuturkan, “Seandainya para raja dan para anak raja mengetahui kenikmatan kami, pasti mereka akan merebutnya dengan tajamnya pedang.”
... bersambung...

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Translate

Wheather Forecast

Monster Drift

Welcome to My Blog

Aqua Clock

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

AT-TAUHID

AT-TAUHID
syahadah

- Copyright © YONAS SYABAB'S INFORMATION CENTER -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Yonas Septiyan -