Archive for April 2013



TAULADAN ORANG-ORANG BAHAGIA

Seperti yang kita ketahui bahwa para nabi dan para rasul adalah makhluk yang paling besar kebahagiaannya, sebab mereka adalah orang yang paling besar ridhanya dengan Allah, paling besar ketaatannya kepada Allah, paling besar kepercayaannya dengan janji Allah, paling besar jihadnya di jalan Allah, dan paling rajin  melaksanakan perintah Allah siang dan malam, dalam waktu senang ataupun susah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita untuk meniru dan mengikuti mereka. Allah Swt berfirman, 

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al An’âm[6]:90)

Lihat Nabi Nuh As. Ia menemui kaumnya dan menyampaikan perintah Tuhannya. Namun, kaumnya menyakitinya bahkan sampai membuatnya pingsan. Ketika ia siuman, ia berkata kepada mereka, 
Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Al Mukminûn[23]:23)
Kaumnya juga pernah melukainya hingga darahnya mengucur deras, padahal ia mendoakan mereka, “Wahai Tuhanku, ampunilah kaumku, sebab mereka tidak tahu.” Nabi Nuh As tinggal bersama mereka selama 950 tahun, namun sampai akhir hayatnya, yang beriman kepadanya hanya segelintir orang saja. Ia mengadu kepada Tuhannya, 
"Aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku).” (QS. Al Qamar[54]:10) 
Maka Allah pun menyejukkan hatinya dan menolongnya. Tidak ada yang selamat dari air bah kecuali orang yang naik ke atas kapal.
Lihat Nabi Ibrahim As. Ia memperingatkan dan mengancam bapaknya dengan lembut. Ia berkata, 
Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo'a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo'a kepada Tuhanku.”(QS. Maryam[19]:47-48) 

Ibrahim juga berkata, Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Ash Shâffât[37]:99)
Ibrahim As juga pernah diperintahkan untuk meninggalkan Hajar dan anak satu-satunya yang bernama Ismail di Balad Al Haram (Mekah). Dengan tegar, ia menjunjung tinggi perintah itu dan yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan para kekasih-Nya. Kemudian ia diperintahkan lagi untuk menyembelih anaknya Ismail itu, iapun segera melaksanakan perintah itu.  
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Kami panggillah ia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash Shâffât[37]:103-107)

 Ibrahim As juga menghadapi kaumnya dan Namrud serta mengajak mereka kepada Allah. Ia tidak pernah takut dan kebulatan tekadnya tak pernah berubah. 
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang beriman yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).”(QS. An Nahl[16]:120)
Allah juga berfirman tentangnya, “Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hûd[11]:75)
Lihat Nabi Musa As. Ia mengajak Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan kepada Allah. Ia berdialog dengan Fir’aun juga berdiskusi dengannya, dan hujjah Nabi Musa-lah yang menang. Namun Fir’aun tidak melepaskan Nabi Musa dan orang-orang yang bersamanya. Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, 
Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". (QS. Asy Syu’arâ[26]:61) Nabi Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy Syu’arâ[26]:62) 
Sebuah kata-kata yang penuh dengan keyakinan pada janji Allah dan kebersamaan-Nya. Maka, Allah membinasakan Fir’aun dan tentaranya serta mewariskan bumi dan negeri mereka kepada Bani Israil.
Lihat Nabi Ayyub As. Ia diuji dengan penyakit di tubuhnya, namun semua itu tidak pernah memalingkan hatinya dari Allah. Bahkan ia bersikap sabar, mengharap ridha dan selalu mengingat Tuhannya. Firman Allah Swt,
 “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”(QS. Al Anbiyâ’[21]:83-84)
Lihat pula Nabi Yusuf As. Ia berpindah dari ujian di dalam sumur tua ke fitnah dalam istana. Kemudian ia dijerumuskan ke dalam penjara padahal sudah jelas kebenarannya. Lalu ia bebas dari penjara untuk kemudian memegang kekuasaan kerajaan di negeri Mesir. Yusuf adalah sebaik-baik hamba. Ia ridha dengan ketentuan Allah. Fitnah tidak bisa berbuat apa-apa terhadap hamba yang selalu bertawakal dan kembali kepada Allah ini. Ia tidak pernah berkompromi untuk melakukan taat kepada-Nya. Malah ia berkata, 
Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka.”(QS. Yûsuf[12]:33)
 Kekuasaan pun tidak bisa menyibukkannya dari ketaatan. Hatinya selalu terpaut dengan Allah. Ia berkata, 
Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian tabir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yûsuf[12]:101)
Lihat pula Nabi Muhammad Saw, pemimpin orang yang terdahulu dan orang yang akan datang serta panutan seluruh makhluk. Manusia yang paling besar mendapatkan pertolongan, taufik dan bimbingan, serta manusia yang benar-benar paling bahagia. Beliau disakiti, tapi malah berdoa, “Wahai Tuhanku, ampunilah kaumku, sebab mereka belum tahu.”(HR. Bukhari) Beliau juga bersabda, “Aku berharap dari keturunan mereka ada orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.”(HR. Muslim)
Di antara bukti sikap pemaaf Nabi Muhammad Saw terhadap orang yang menyakitinya adalah saat Tahun Penaklukan. Beliau bersabda, “Silakan kalian pergi, kalian bebas. Tidak ada celaan atas kalian.” Beliau sering solat malam hingga kedua tumit beliau bengkak. Beliau hanya berkata, “Aku ingin menjadi hamba yang bersyukur.”(HR. Bukhari dan Muslim) Padahal kita tahu bahwa beliau telah mendapatkan jaminan pengampunan terhadap dosa yang telah lalu dan yang akan datang. Setiap kali ada perkara yang mengusiknya, beliau bersabda, “Hai Bilal, serukan untuk mendirikan solat, senangkan kami dengan seruan itu.” (HR. Abu Daud) Beliau juga bersabda, “Dijadikan kesejukan hatiku di dalam solat.”(HR. An Nasa’i dan Ahmad)
Semua perkataan Nabi Muhammad Saw dan perbuatannya merupakan panutan semua orang yang bahagia. 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzâb[33]:21)

ORANG-ORANG BAHAGIA BERJALAN DI LORONG YANG SAMA

Orang yang disebutkan dalam surah Yâsin datang dari ujung kota. Ia ingin memperbaharui dakwah para rasul. Ia telah menyaksikan sendiri kebinasaan orang-orang yang kafir. Ia berkata, 
Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku. Dikatakan (kepadanya), "Masuklah ke surga". Ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan".(QS. Yâsîn[36]:20-27)

Allah mengazab mereka setelah kematian orang yang disebutkan di dalam surah Yâsîn itu. Allah Swt berfirman,  

Dan kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.”(QS. Yâsîn[36]:28-30)

 Apakah akan bahagia kaum itu dengan kekufuran mereka dan apakah sengsara orang yang disebutkan dalam surah Yâsîn itu dengan ketaatannya kepada Allah?!
Buku-buku tafsir menyebutkan bahwa para penghuni gua atau ashhabul kahfi itu terdiri dari para pemuda yang beriman kepada Allah yang mereka semua adalah anak-anak pembesar kerajaan. Mereka lebih memilih apa yang ada di sisi Allah daripada kesenangan dunia yang semu. Mereka masuk ke sebuah gua yang gelap, menyelamatkan agama mereka. Mereka berkata, 
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”(QS. Al Kahfi[18]:15) 
Saat pelarian mereka, seekor anjing mengikuti mereka, yang menjadi peringatan juga nasehat bahwa siapa yang mengikuti orang-orang saleh, tidak akan pernah celaka.
Allah telah menyebutkan beberapa kemuliaan yang diberikan kepada ashhabul kahfi. Allah Swt berfirman,
 “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi[18]:13)
 “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.”(QS. Al Kahfi[18]:17) “Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (QS. Al Kahfi[18]:11) “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS. Al Kahfi[18]:25)
Para pemuda ini bahagia dalam gua yang gelap itu. Kebahagiaan dengan keimanan mereka melebihi hidup di dalam istana, bahkan dunia seperti penjara yang sempit lagi gelap akibat sikap kufur para penduduknya terhadap Sang Pencipta bumi dan langit.
Al Quran juga menyebutkan kisah seorang yang beriman dari keluarga Fir’aun dan dialog seorang mukmin yang fakir dengan saudaranya yang kafir, pemilik dua kebun yang tersebut dalam surah Al Kahfi.
Rasulullah Saw pernah mengisahkan tentang seorang hamba Allah, yakni budak kecil yang diserahkan oleh raja kepada seorang penyihir untuk belajar sihir, tapi ia malah pergi kepada seorang rahib. Rasulullah Saw mengisahkan bagaimana budak kecil itu menerima seruan dakwah dan mendapatkan beberapa karomah atau kemuliaan walaupun umurnya masih sangat muda. Bagaimana kematiannya yang memang sudah diinginkan oleh raja menjadi bukti kemuliaan, yakni ketika panah menancap di keningnya, tiba-tiba manusia yang hadir menuturkan “kami beriman kepada Allah, Tuhan anak kecil ini.” Saat itu, panah tadi jatuh ke tangan raja yang zalim tersebut. Ada yang berkata kepada raja, “Sungguh telah terjadi apa yang kau takutkan. Sungguh, semua manusia telah beriman.” Raja tersebut memerintahkan untuk membuat lubang panjang lalu dinyalakan api di dalamnya. Setelah api menyala, semua yang beriman dimasukkan ke dalam lubang itu. 
 Mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Burûj[85]:8) 

Begitulah sikap kebatilan di setiap masa dan saat. Tidak memiliki apa-apa kecuali kekerasan tanpa alasan yang rasional.
Jasad budak kecil itu ditemukan di zaman Umar Bin Khatthab Ra. Tangannya masih memegang kening seperti saat kematiannya –jasad ini ditemukan setelah beratus-ratus tahun sejak kejadian-. Setiap kali para penemu menggerakkan tangannya, darah mengucur dari luka di keningnya. -Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan dapat membuat hati bahagia dengan mengingat mereka-. Inilah kehidupan hakiki itu.
Di lorong ini pula, para sahabat Ra berjalan. Mereka bahagia dan membuat dunia bahagia. Dengan mereka, Allah mengubah wajah dunia. Mereka dapat merasakan manisnya iman ketika mereka ridha dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai rasul. Di antara para sahabat itu adalah Abu Bakar Ra. Teman setia –tidak ada seorang nabi pun yang mempunyai teman setia seperti ini- dan orang yang menyedekahkan seluruh hartanya. Ketika Abu Bakar ditanya “apa yang ia sisakan untuk anak-anaknya?”, ia menjawab, “Aku sisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.” Ia adalah seorang yang ridha dan diridhai.
Anas Ra meriwayatkan, “Pada perang Badar, pamanku Anas Bin An Nadhr tidak ikut perang. Ia berkata kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, aku tidak hadir sejak awal peperangan melawan kaum musyrikin. Seandainya Allah mengizinkanku untuk ikut dalam perang melawan kaum musyrikin, aku akan memperlihatkan kepada-Nya apa yang bisa kulakukan.” Ketika terjadi perang Uhud, iapun berkata, “Ya Allah, aku punya alasan untuk apa para sahabat melakukan ini dan aku tidak bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin.” Kemudian ia terjun ke kancah peperangan dan bertemu dengan Sa’ad Bin Mu’adz. Ia berkata, “Hai Sa’ad, demi Tuhan Nadhr, aku telah mencium bau surga di balik gunung Uhud itu.”
Sa’ad berkata, “Ya Rasulullah, aku tidak bisa melakukan seperti apa yang ia lakukan.” Anas berkata, “Ternyata ia telah tewas dengan sangat mengenaskan. Tidak ada yang dapat mengenalinya lagi kecuali saudarinya, dari jari-jarinya.” Anas juga berkata, “Kami berpendapat bahwa ayat berikut turun menyinggung tentangnya dan orang-orang yang sepertinya. Yakni ayat, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al Ahzâb[33]:23) (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, “Rasulullah Saw dan para sahabat pergi ke Badar dan mendahului kaum musyrikin. Maka, Rasulullah Saw bersabda, “Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya sebesar langit dan bumi.” Tiba-tiba Umair Bin Hammam berkata, “Hebat!” Mendengar itu, Rasulullah Saw bersabda, “Apa yang membuatmu mengucapkan itu?” Ia menjawab, “Demi Allah, tidak ada ya Rasul kecuali aku berharap dapat menjadi penghuninya.” Rasulullah Saw lalu bersabda, “Kamu salah satu penghuninya, hai Umair.” Saat itu, ia mengeluarkan beberapa kurma dari tempat bekalnya lalu memakannya, namun tiba-tiba ia berkata, “Jika aku masih tetap hidup setelah menghabiskan kurma ini, sungguh itu terlalu lama.” Seketika itu juga, ia membuang kurma yang ada di mulutnya dan terjun ke kancah pertempuran hingga iapun terbunuh.” (HR. Muslim)

Bila kita memperhatikan keadaan manusia dalam solat, haji, zikir dan doa, pasti kita akan mengetahui bahwa hal itu menjadi penyebab kebahagiaan mereka disatu sisi namun di sisi lain penyebab kesusahan dan kesengsaraan bagi orang yang mabuk dengan dunia.
Utsman Bin Affan berkata, “Seandainya hati kalian itu bersih, niscaya tidak akan pernah bosan dengan kalam Allah. Tidak berlalu satu hari pun kecuali ia membaca dan merenungi kitab Allah. Malah ada sebagian dari orang-orang yang hatinya bersih itu berdiri melakukan solat, burung hinggap di atas kepalanya. Burung itu mengiranya sebuah kayu, karena begitu lamanya ia berdiri dalam solat.”
Abu Darda juga pernah menjengung seorang laki-laki yang saat meninggal dunianya mengucap Alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Abu Darda berkata, “Kamu benar. Sesungguhnya apabila Allah memutuskan suatu keputusan, Dia sangat suka bila keputusan itu diterima dengan ikhlas.”
Ada beberapa orang yang mengikuti sikap sahabat, beriman kepada Allah dan jujur terhadap para rasul, di antaranya Umar Bin Abdul Aziz. Ia berkata, “Tidak ada kesenangan bagiku kecuali pada apa yang telah ditakdirkan.” Ada yang bertanya kepadanya, “Apa yang kamu sukai?” Ia menjawab, “Apa yang ditentukan oleh Allah Swt.”
Ketika terjadi cobaan pada Imam Ahmad, seorang muridnya yang bernama Abu Sa’id datang menemuinya dan berkata, “Hai Imam, katakan! Sesungguhnya kamu masih mempunyai tanggungan keluarga.” (Maksudnya, murid itu meminta Imam Ahmad untuk membenarkan ucapan bid’ah Al Ma’mun.) Namun Imam Ahmad berkata kepadanya, “Coba kamu lihat ke luar.” Murid itupun melihat keluar dan menemukan begitu banyak manusia sedang berkumpul untuk mencatat apa yang akan dikatakan oleh Imam Ahmad. Setelah menyaksikan itu, ia kembali kepada Imam Ahmad. Imam Ahmad kemudian berkata, “Demi Allah, aku tidak mau menyelamatkan diriku sendiri sementara aku menyebabkan mereka tersesat.” Imam Ahmad tetap tegar dan sabar hingga akhirnya cobaan itu berakhir. Ia memang benar-benar imam ahli sunah.
Diceritakan juga bahwa suatu ketika, ibu Imam Abu Hanifah datang menemuinya dalam penjara. Di sana ia dikurung dan dipukuli. Ibunya berkata, “Hai Nu’man, ilmu tidak memberikan keuntungan apa-apa kepadamu malah pukulan yang kauterima. Sudah saatnya kamu meninggalkannya.” Imam Abu Hanifah menjawab, “Hai ibu, seandainya aku mengharapkan dunia, aku pasti mendapatkannya. Namun aku ingin menjaga ilmu itu. Aku tidak akan menjerumuskan diriku kepada kebinasaan.” Sebab, ilmu itu sebuah kemuliaan. Siapa yang menginginkan dunia dengan ilmu pasti akan ia dapatkan dan siapa yang menginginkan akhirat dengan ilmu, juga pasti akan ia dapatkan.
Syeikh Ibnu Taimiyah pernah berkata di dalam penjara, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku kepadaku? Surgaku dan kebunku ada di dadaku. Kemanapun aku pergi, ia selalu bersamaku, tak pernah terpisah dariku. Kurunganku adalah tempat khalwat, kematianku adalah syahid dan terusirnya aku dari negeriku merupakan tamasya bagiku.” Ia sering duduk berzikir kepada Allah setelah solat subuh. Ia berkata, “Itu adalah sarapanku. Jika aku tidak sarapan, aku akan lemas.”
Jika terus bercerita tentang orang-orang yang bahagia, pasti tak akan ada habisnya. Kiranya cukuplah apa yang telah dipaparkan bagi orang yang mempunyai hati atau pendengaran. Ringkasnya, lisan hal orang-orang saleh menuturkan, “Seandainya para raja dan para anak raja mengetahui kenikmatan kami, pasti mereka akan merebutnya dengan tajamnya pedang.”
... bersambung...


 "Kebahagiaan". Suatu kata yang sekaligus menjadi sorotan setiap manusia yang hidup. apa sebenarnya kebahagiaan itu? bagaimana memperoleh kebahagiaan hakiki? dan mengapa setiap orang menginginkan suatu kebahagiaan namun yang didapat adalah hal yang lain? untuk mengetahui jawaban dari setiap pertanyaan yang anda pikirkan, simaklah tulisan dibawah ini!

ARTI KEBAHAGIAAN

Kebahagiaan adalah lawan dari kesengsaraan. Manusia pun terbagi kepada, manusia bahagia dan manusia sengsara. Allah Swt berfirman, “Di kala datang hari itu, tidak ada seorangpun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang sengsara dan ada yang berbahagia. Adapun  orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”(QS. Hûd[11]:105-108)
Manusia yang bahagia adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari orang lain dan manusia yang sengsara adalah orang yang merasa sengsara dengan takdir Allah. Ada sebagian orang yang mendefinisikan bahwa kebahagiaan itu adalah ketenangan jiwa dan ketentraman yang dirasakan oleh seorang manusia di suatu waktu. Definisi ini masih ada kekurangannya. Ketenangan jiwa terkadang bisa disebut pada kelezatan sesaat namun berakhir dengan kepedihan abadi. Sedang ketentraman yang dirasakan oleh seorang manusia, terkadang bisa palsu, semu dan cepat hilang, seperti orang yang mengasuransikan masa depannya dengan menyimpan uang di bank-bank konvensional, sebab ia sama saja menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya. Sementara berkah hartanya telah dihilangkan dan harta itu tidak akan pernah aman dari kehilangan. Dengan demikian, sama saja ia percaya pada ilusi dan fatamorgana.
Oleh sebab itu, kebahagiaan yang dicari oleh seorang muslim itu lebih umum, lebih konprehensif dan lebih sempurna dari kebahagiaan yang dicari oleh manusia di timur dan di barat, atau yang diceritakan oleh para filosof, pakar sosial dan lain-lain. Kebahagiaan yang dicari oleh seorang muslim itu adalah ridha terhadap Allah dalam situasi senang atau susah, saat bersemangat ataupun saat loyo. Kebahagiaan yang meliputi hati dan jiwa hingga saat fakir dan sakit sekalipun. Kebahagiaan yang menjunjung tinggi perintah Allah adalah merupakan puncak kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat. Bagi seorang hamba, tidak ada yang lebih bermanfaat di dunia dan di akhirat daripada menjunjung tinggi perintah Tuhannya. Tidaklah orang yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat itu kecuali karena ia menjunjung tinggi perintah Allah dan tidaklah orang yang mendapatkan kesengsaraan di dunia dan di akhirat itu kecuali karena ia menyia-nyiakan perintah-Nya.
Ar Raghib Al Ashfihani berkata dalam bukunya yang berjudul Al Mufradât, “Kebahagiaan adalah bantuan ilahi untuk manusia demi mencapai kebaikan.” Maka, orang yang bahagia adalah orang mukmin yang mendapat taufik untuk melakukan segala kebaikan dan meninggalkan segala kemungkaran. Ia adalah orang yang dikehendaki oleh Allah dalam melakukan taat kepada-Nya, bersikap syukur dalam kesenangan dan bersikap sabar dalam kesusahan. Ia juga tahu bahwa tempat kembali dan tempat mengadu hanya kepada Allah. Maka, hatinya pun penuh dengan ridha terhadap Allah dan hati nuraninya selalu mendorongnya untuk mencari kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya kebahagiaan hakiki adalah karunia dari Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Kita tidak akan bisa mendapatkan apa yang ada di sisi Allah kecuali dengan taat kepada-Nya.

 

MERENUNGI NASEHAT ADALAH JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN



   




  Dalam bukunya yang berjudul Al Jawâb Al Kâfî Li Man Sa’ala ‘An Ad Dawâ Asy Syâfî, Ibnu Qayyim berkata, “Sebagian ulama berkata, “Aku merenungi apa yang diperbuat oleh orang-orang yang berakal dan aku dapati bahwa semua yang mereka perbuat itu bertujuan mencapai satu tujuan, sekalipun cara mereka berbeda. Aku melihat bahwa mereka bertujuan untuk menolak kesusahan dan kesengsaraan dari mereka. Ada yang dengan makan dan minum, ada juga dengan berniaga dan menulis, ada pula dengan nikah dan mendengarkan nyanyian, serta ada pula dengan hiburan dan permainan.





Aku berkata, “Tujuan ini memang tujuan orang-orang yang berakal, namun cara-cara yang mereka pergunakan tidak akan pernah menyampaikan mereka kepada tujuan, bahkan malah menyampaikan mereka kepada lawannya. Aku tidak melihat dari berbagai macam cara yang dilakukan yang mampu menyampaikan kepada tujuan kecuali dengan cara mendekat kepada Allah, serta mengharap dan mengutamakan ridha-Nya dari segala sesuatu. Sesungguhnya orang yang melakukan cara ini, sekalipun tidak mendapatkan apa-apa di dunia namun ia pasti akan mendapatkan bagian yang amat berharga. Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada cara ini dan tidak ada yang lebih menyampaikannya kepada kelezatan, kegembiraan dan kebahagiaan daripadanya. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita.”
Di tempat lain di dalam buku itu juga, Ibnu Qayyim berkata, “Allah telah memutuskan satu keputusan yang tidak akan bisa dirubah selama-lamanya, yaitu, “Akibat baik hanya pada ketakwaan dan ganjaran yang baik hanya untuk orang-orang yang bertakwa. Hati ibarat papan yang masih utuh sedangkan niat dan kata hati ibarat pahat yang memahat papan itu. Apakah pantas seorang yang berakal membiarkan papan hati dipahat oleh dusta, tipu daya dan angan-angan belaka serta fatamorgana yang tak hakiki. Kebijaksanaan, ilmu dan petunjuk mana yang selaras dengan pahatan ini?”
Dalam tafsir firman Allah, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar” (QS. Yûnus[10]:62-64), Ibnu Qayyim berkata, “Seorang mukmin yang ikhlas hanya kepada Allah termasuk orang yang paling baik kehidupannya, paling baik keadaannya, dan paling lapang dadanya serta paling gembira hatinya. Ini merupakan surga dunia sebelum ia mendapatkan surga akhirat.”
Ibnu Qayyim juga berkata, “Jangan kamu kira bahwa firman Allah Swt yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka” (QS. Al Infithâr[82]:13-14), hanya tertentu pada kenikmatan dan neraka akhirat saja, tapi juga ada di tiga fase kehidupan manusia, yaitu, di dunia, di alam barzakh dan di surga. Bukankah kenikmatan hakiki itu adalah kenikmatan di hati dan bukankah azab hakiki itu adalah azab di hati? Azab mana yang paling hebat dari ketakutan, kegundahan, kesedihan, kesempitan, berpaling dari Allah, melupakan hari akhir, bergantung pada selain Allah dan putus hubungan dengan-Nya. Allah Swt berfirman, “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr[89]:27-30)
Ibnu Qayyim berkata lagi, “Sebaik-baik apa yang ada di dalam dunia adalah mengenal-Nya dan mencintai-Nya. Paling lezat apa yang ada di dalam dunia adalah melihat-Nya dan menyaksikan-Nya. Mencintai-Nya dan mengenal-Nya adalah penyejuk mata, kelezatan jiwa, kebahagiaan hati dan kenikmatan dunia dan kesenangannya. Bahkan kelezatan dunia tanpa cinta dan mengenal-Nya dapat berubah menjadi kepedihan dan siksa, serta kehidupan tetap terasa sempit. Maka, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali dengan ridha Allah Swt.”
Ibnu Qayyim juga berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada menghadap kepada Allah, sibuk menyebut-Nya dan merasakan kenikmatan cinta-Nya serta mengutamakan ridha-Nya, bahkan tidak ada satupun kehidupan dan kenikmatan tanpa ridha-Nya, tidak ada kegembiraan juga tidak ada kesenangan kecuali dengan ridha-Nya.”
Ibnu Qayyim juga berkata, “Orang-orang yang berbakti selalu dalam kenikmatan, sekalipun kehidupan mereka susah dan dunia bagi mereka terasa menghimpit. Sedangkan orang-orang fasik selalu dalam neraka (azab), sekalipun dunia terasa luas bagi mereka. Allah Swt berfirman, “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl[16]:97)
Dalam tafsir ayat, “Dan  barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat  dalam keadaan buta" (QS. Thâhâ[20]:124), kehidupan sempit itu ada yang mengartikan dengan azab kubur. Memang tidak ada yang meragukan bahwa azab kubur itu adalah kehidupan yang sempit. Lafal dalam ayat itu mencakup apa yang lebih umum, sebab bentuk lafalnya nakirah (tidak jelas).
Sebenarnya, walaupun orang yang berpaling dari peringatan Allah itu hidup dalam berbagai kenikmatan di dunia, namun di dalam hatinya penuh dengan kegelisahan, kehinaan dan kerugian akibat dari angan-angan dan azab. Namun itu semua tertutup oleh gelombang syahwat dan mabuk cinta dunia atau kepemimpinan, sekalipun tidak mabuk karena minuman. Mabuk seperti ini lebih dahsyat dari mabuk karena minuman keras. Mabuk karena minuman bisa saja membuat pelakunya sadar, sedangkan mabuk karena hawa nafsu dan cinta dunia tidak akan dapat menyadarkan pelakunya kecuali ketika dia sudah berada di antara tentara kematian. Kehidupan yang sempit pasti terjadi pada orang yang berpaling dari peringatan Allah yang telah menurunkan peringatan itu lewat Rasulullah Saw, baik di dunia, di alam barzakh maupun di hari kiamat nanti. Matanya tak akan pernah sejuk, hatinya tak akan pernah tenang dan jiwanya tak akan pernah tentram kecuali dengan izin Tuhannya dan Dzat yang layak untuk disembahnya. Setiap sesembahan selain Allah adalah batil.
Siapa yang matanya sejuk dengan Allah, pasti semua mata akan sejuk dengannya dan siapa yang matanya tidak pernah sejuk dengan Allah, pasti jiwanya akan merasakan kekeringan. Sesungguhnya Allah menciptakan kehidupan yang baik hanya untuk orang-orang yang beriman dengan-Nya dan beramal saleh, sebagaimana firman-Nya, “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl[16]:97)
Orang yang beriman dan beramal saleh pasti mendapatkan balasan di dunia dengan kehidupan yang baik dan mendapatkan surga di akhirat kelak. Mereka mendapatkan dua kehidupan yang baik dan mereka akan tetap hidup di dua negeri itu.”

...Bersambung...

Yonas Post : BATTLE OF AL-YARMOUK Episode 5

Jumat, 12 April 2013
Posted by Unknown


EPISODE KELIMA

Di tepi jalan utama menuju dataran luas yang terletak antara lembah ‘Alan dan lembah Riqad.
Kemah pasukan kaum muslimin yang menjadi pusat komando terletak di pusat kawasan itu. Di belakang sebelah kanannya, terlihat bagian bawah kaki bukit yang merupakan tempat perkemahan para wanita muslimah. Di depan perkemahan itu terdapat tanah lapang yang bersambung dengan medan pertempuran yang terletak di sebelah kiri.
Terlihat Khalid bin Walid sedang berdiri, di sekelilingnya terdapat pula Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan, Sa’id bin Zaid, Syurahbil bin Hasanah, Abu Ubaidah dan Mu’adz bin Jabal.

Khalid    : “Katakan apa yang ada di benak kalian, saya akan dengan senang hati mendengarkannya dengan sungguh-sungguh dari kalian.”
Amr       : “Anda memberi bagian sepuluh bagian pasukan (detasemen) kepada saya di daerah sayap sebelah kanan. Dan saya sudah mengeceknya ke sana hari ini, tapi ternyata hanya melihat empat detasemen.”
Yazid     : “Begitu juga dengan saya di sisi sebelah kiri, yang tersisa hanya empat dari sepuluh detasemen yang seharusnya.”
Khalid    : “Saya mengirim mereka menuju ke arah timur dan barat.”
Amr       : “Bukankah anda dapat meninggalkan kedua sisi itu (tidak menempatkan pasukan dari sayap kanan dan kiri) dan anda dapat mengambil pasukan langsung dari pusat?”
Khalid    : “Beri dia jawaban, wahai Abu Ubaidah. Dia tidak tahu kalau saya juga mengambil dua belas detasemen dari pasukanmu.”
Yazid dan Amr: “Dua belas detasemen?”
Abu Ubaidah   : “Ya, di pusat hanya tertinggal delapan detasemen.”
Amr       : “Peperangannya berlangsung di sini, wahai Abu Sulaiman, bukan di sana.”
Khalid    : “Kita tidak mungkin mengharapkan peperangan terjadi di sini. Kecuali dengan orang-orang (pasukan musuh) yang berada di sana, mengepung di belakang kita.”
Amr       : “Dua puluh empat detasemen demi untuk menjaga barisan belakang?”
Khalid    : “Demi Allah, saya lebih senang lagi kalau saya dapat menambah jumlahnya.”
Amr       : “Demi Allah wahai Khalid, kamu telah menjadi orang yang berlebih-lebihan.”
Khalid    : “Apa yang kamu bicarakan wahai Amr bin Ash? bukankah kamu sudah berjanji kepadaku hari ini kalau kamu tidak akan mempertanyakan lagi apa yang akan saya lakukan?”
Amr       : “Saya tidak akan diam sebelum kamu menerangkan rencanamu, dengan begitu saya dan orang-orang yang bersama saya akan tenang.”
Khalid    : “Wahai Abu Abdullah, bukankah kamu telah menanyakan hal ini sejak awal? kalian semua tahu kalau kita telah mengepung tentara Romawi di dataran luas ini?!”
Para hadirin  : “Ya, benar.”
Khalid    : “Pengepungan tidak akan sempurna selama mereka punya jalan yang dapat dilaluinya yaitu yang berada di lembah Riqad untuk menuju ke timur dan jalan yang berada di lembah ‘Alan untuk menuju ke arah barat.”
Yazid     : “Apakah kamu khawatir, wahai Abu Sulaiman, kalau datang bala bantuan dari Heraklius untuk mereka, melalui dua jalur itu?”
Khalid    : “Bukan bala bantuan yang saya khawatirkan, tetapi justru yang saya khawatirkan adalah kalau mereka melarikan diri.”
Yazid     : “Kamu khawatir kalau mereka melarikan diri dari dua celah itu?”
Khalid    : “Ya,  ketika mereka merasa takut dan terdesak pasti mereka akan melakukan itu. Karena itu, saya tempatkan pasukan di sana. Dengan begitu ketika mereka akan melarikan diri, mereka akan menemukan pasukan kita berada di jalan bagian atas mereka untuk menutup setiap celah yang dapat dipergunakan untuk lari. Dengan begitu mereka tidak akan menemukan jalan keluar selain jaring itu (yang kita pasang) yang mereka anggap gampang untuk melewatinya.”
Amr       : “Ini ide yang cemerlang, wahai Abu Sulaiman. Tetapi dua puluh empat detasemen itu sangat banyak.”
Khalid    : “Justru itu sedikit sekali Amr. Mereka juga  mengepung dan mengancam pasukan garis belakang kita, juga dengan pasukan Jabalah bin Aiham yang berjumlah sekitar enam puluh ribu orang.”
Amr       : “Barangkali mereka akan berperang di sini, di tanah lapang ini.”
Khalid    : “Bahan sudah mencium adanya perangkap yang dipasang untuknya. Dan tidak ada jalan keluar baginya kecuali dengan mengirimkan pasukan Arab yang tangkas itu untuk mengepung kita dari belakang dan mereka akhirnya akan menyingkirkan kita dari jalan sempit ini. Padahal daerah ini sangat strategis sekali.”  
Amr       : “Jika dia tidak melakukan hal itu?”
Khalid    : “Kita tidak akan rugi apa-apa. Pasukan kita yang berjumlah dua puluh empat detasemen itu dapat dengan mudah menyerang mereka dari belakang dan itu akibatnya akan lebih buruk bagi mereka di sana jika dibandingkan mereka tetap tinggal di sini.”
Amr       : “Kamu mengirim lebih dari setengah pasukan berkuda ke sana. Lalu kepada siapa kamu memberikan kendali pasukan kita?”
Khalid    : “Saya menetapkan dua bagian yang dipimpin Ubadah bin Shamit dan Umairah bin Sa’ad untuk menempati bagian timur serta Sa’id bin Amir untuk bagian barat.”
Amr       : “Mereka bertiga semuanya dari kaum Anshar?”
Khalid    : “Ya, karena orang-orang dari suku Ghassan itu dulunya adalah pengikut Jabalah yang mempunyai hubungan nasab dengan suku Aus dan Khazraj. Karena itu, saya mengharapkan mereka dapat menjadi utusan perdamaian bagi pasukan musuh. Nah sekarang, apakah kalian masih punya pertanyaan lagi?”
Para hadirin  : “Selamat wahai Abu Sulaiman. Semoga Allah selalu memberi kebaikan yang banyak kepadamu.”
Khalid    : “Sekarang, silahkan kembali ke tempat kalian masing-masing, semoga Allah memberi rahmat-Nya kepada kalian.” (mereka akan beranjak pergi, namun Khalid menghentikannya).
          “Tunggu sebentar... Itu ada salah satu pasukan mereka (Romawi) telah datang sambil membawa bendera perdamaian. Itu dia, Jurjah!” 
Abu Ubaidah   : “Benar....Itu sahabat kita, Jurjah.”
Syurahbil : “Lihatlah apa yang dia inginkan?”
Yazid     : “Apakah kalian percaya dengan keikhlasannya?”
          (derap suara kaki kuda yang berlari telah lenyap, lalu muncullah Jurjah)
Abu Ubaidah   : “Selamat datang...selamat datang Jurjah!”
Jurjah    : “Assalamu’alaikum.”
Para hadirin  : “Waalaikum salam.”
Jurjah    : “Saya adalah utusan Bahan yang dikirim kepada kalian. Apakah saya dapat memberikan suratnya sekarang?”
Khalid    : “Berikan saja, Jurjah. Tidak ada rahasia di antara kami.”
Jurjah    : (dengan dialek dan nada persahabatan) “Bahan sekarang dalam keadaan yang sangat susah. Lebih-lebih setelah kekalahan pasukan Jabalah bin Aiham di sebelah barat dan timur. Merekapun diusir dan dikeluarkan dari pasukan Romawi. Jabalah sendiripun sampai sekarang belum kembali, tidak diketahui nasibnya apakah dia sudah mati atau masih hidup.”
Abu ubaidah   : “Alhamdulillah...ini berita yang menyenangkan, Jurjah.”
Jurjah    : “Sekarang Bahan telah yakin kalau semua pasukannya akan binasa jika ia tidak segera keluar dari kepungan ini. Karena itu, dia mengirimku untuk mengajukan genjatan senjata kepada kalian di mana semua pasukan Romawi akan mundur dari dataran luas ini. Begitu juga dengan pasukan kalian. Mereka akan kembali ke Antokiyah dan Qisariyah sedangkan kalian juga akan kembali ke Damsiq, Hims dan seluruh kota yang telah kalian tinggalkan di sebelah timur.”
Khalid    : “(Dengan nada bergurau) dan kamu menasehati kami agar menerima gencatan senjata itu?”
Jurjah    : “Kalau itu saya lakukan, lalu dimana rasa keislamanku, Khalid?”
Khalid    : “(Tersenyum) saya kira begitu. Oh ya, apakah kamu telah melakukan sesuatu yang telah kita sepakati untuknya (Bahan)?”
Jurjah    : “Sudah, aku sudah melakukan dari berbagai sisi. Saya sudah menghasut mereka, antara yang satu dengan yang lain sampai saya juga sudah dapat menghancurkan hubungan antara orang Romawi dan Arab dan antara orang Arab dengan orang-orang Armenia.”
Khalid    : “Selamat untukmu, Jurjah. Demi Allah, kamu adalah sebaik-baik pasukan batalyon bagi kami.”
Khalid    : “Ini semua adalah berkat kamu.”
Khalid    : “Kembalilah kepada Bahan dan katakan kepadanya: ”Sekarang, setelah anda dan pasukan anda berada di bawah genggaman kami anda meminta gencatan senjata? Tipulah orang lain selain aku.”
Jurjah    : “Jadi bersiaplah kalian semua! Dia akan melakukan serangan besar-besaran di dataran ini supaya dia dan pasukannya dapat keluar dari kepungan ini.”
          (Bersiap untuk pergi).
Khalid    : “Sampai ketemu lagi. Semoga keselamatan selalu menyertaimu.”
(Lalu Jurjah keluar).
Amr       : “Alangkah hebatnya kamu, Khalid. Tidak ada suatu halpun yang kamu persiapkan kecuali kamu juga telah menyiapkan segala perlengkapannya.”
Syurahbil : “Para pasukan di sana bertempur melawan kaum musyrikin dan mengalahkan mereka. Sedangkan kami di sini mencelamu karena kamu mengirim mereka.”
Mu’adz    : “Kamu memang benar-benar pedang Allah sebagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW.”
Abu Ubaidah   : “(Memeluk Khalid dengan penuh cinta dan penghormatan) hebat... kamu hebat, wahai Abu Sulaiman.”
Khalid    : “(Tampak kelembutannya) Wahai kepercayaan umat ini, wahai sahabat Rasulullah, demi Allah saya sangat senang kalau bisa mati dalam peperangan karena dulu aku justru memerangi Nabi dan kaum muslimin di perang Uhud!” (air mata bercucuran di kedua matanya).
Abu Ubaidah   : “Tenanglah kamu, sesungguhnya agama Islam telah menghapus segala apa yang kamu lakukan oleh dirimu sebelumnya.”
Khalid    : “Benar, tetapi setiap kali saya mengingat peristiwa perang Uhud, tenggorokanku seperti tersendat duri ilalang.” 
Khalid    : “(Mengusap air matanya) mari, sekarang kembalilah kalian semua ke pos kalian sebelum Bahan menyerang kita dengan tiba-tiba. Kamu Amr, posisimu di sebelah kanan dan akan menghadapi Dranger. Kamu Yazid, posisimu di sebelah kiri dan kamu akan menghadapi Ibnu Qunathir. Dan kamu, Abu Ubidah, posisimu berada di jantung pertahanan pasukan garis belakang untuk menggempur pasukan yang mundur karena pertempuran yang sangat hebat. Dan kamu, Mu’adz bin Jabal, kamu pergi bersama Abu Ubaidah. Sedangkan Sa’id bin Yazid dan Syurahbil berada di jantung pasukan garis depan untuk menghadapi Bahan dan Jurjair.”
Abu Ubaidah   : “Kami akan mentaati perintahmu, wahai Abu Sulaiman.” (mereka keluar).
          (Dari sisi lereng gunung sebelah kanan, muncul Ummu Tamim beserta jama’ah kaum wanita dengan dipimpin oleh Asma` binti Abu Bakar).
Ummu Tamim: “Kami utusan kaum wanita, Khalid!”
Khalid    : “Selamat datang wahai para mujahid wanita.”
Asma`     : “Kamu menerima permintaan kami, Abu Sulaiman?”
Khalid    : “Ya, sekarang lihatlah rencanaku ini. Saya telah memukul mundur (Bahan) sampai ia berada di tengah jalan yang sempit ini. Karena itu para penyerang dari pasukan Romawi maupun pasukan yang kalah dari pihak kaum muslimin tidak akan dapat melewati daerah ini kecuali setelah melangkahi tubuhku dan tubuh pasukanku. Sedangkan daerah anak bukit, yang menjadi tempat tinggal kalian sekarang, akan menjadi penghalang bagi orang yang akan lari dari daerah jalan yang sempit itu. Karena itu, kalian harus menjaganya sebagaimana aku menjaga jalan daerah sempit ini. Jangan biarkan seorangpun, baik dari pihak tentara Romawi maupun pasukan kaum muslimin, menuju ke arah kalian. Jika mereka akan melewati kalian, maka lemparilah dengan batu atau pukullah dengan kayu dan tongkat. Wahai para wanita muslimah, pada hari yang sulit ini, saya bergantung dan bersandar pada kalian. Juga jangan sampai kaum muslimin datang dari arah kalian.”
Asma`     : “Wahai Abu Sulaiman, kamu akan melihat kemampuan yang kami miliki dan insya Allah itu akan membuatmu gembira.”
Khalid    : “Insya Allah, wahai Ummu Tamim, mau kemana kamu?”
Ummu Tamim: “Ke anak bukit itu bersama mereka.”
Khalid    : “Tidak, kamu dan Ummu Hakim tetap berada di sini bersamaku untuk menjaga jalan sempit ini.” (para wanita itupun, selain Ummu Tamim dan Ummu Hakim, keluar)
Khalid    : “Bukankah lebih baik bagi kalian berdua untuk dekat dengan suami kalian?”
Ummu Hakim: “Mana suamiku paman?”
Khalid    : “Ikrimah! kemarilah!”
          (Ikrimah pun masuk dari sebelah kiri).
Ikrimah   : “Apakah kamu ingin menempatkan mereka berdua di sini, Khalid?”
Khalid    : “Ya, saya tidak akan meninggalkan mereka berdua terus menerus berada di tenda sampai datang kemenangan dari Allah. Lihatlah Ikrimah, apa itu?”
Ikrimah   : “Penglihatanku tidak lebih tajam darimu.”
Khalid    : “Seorang tentara Romawi telah datang, barangkali dia ingin melakukan mubarazah (pertandingan satu lawan satu).”
Ikrimah   : “Lalu, siapa itu yang di belakangnya?”
Khalid    : “Kalau mataku tidak salah, itu adalah Abu Basyir. Yah, itu dia.”
Abu Basyir    : “(Suaranya) wahai orang-orang muslim, siapa saja dari kalian yang ingin mencicipi rasanya mati, maka lawanlah Petrik yang tidak pernah terkalahkan ini!”
Suara     : “Biarkan saya menghadapinya, Khalid!”
Khalid    : “Jangan, wahai Maisarah bin Masruq. Kamu sudah tua sedangkan orang Romawi itu masih muda. Tetaplah di sini bersama kami, di regumu, semoga Allah merahmatimu. Saya tahu kalau kamu adalah orang yang besar penghormatannya terhadap orang lain.”
Suara     : “Jika kamu mengizinkan saya, maka saya saja sudah cukup untuk menghadapinya.”
Khalid    : “Amr bin Tufail! Jangan, wahai anak saudaraku. Kamu baru beranjak dewasa. Tetaplah bersama kesatuanmu.”
Suara     : “Saya saja Khalid. Biarkan saya melawannya.”
Khalid    : “Siapa kamu?”
Suara     : “Saya adalah Harits bin Abdullah al-Azdi.”
Khalid    : “Lakukanlah, semoga kamu menang. Pelan-pelan saja Harits!”
Suara     : “Apa yang kamu inginkan?”
Khalid    : “Apakah kamu pernah bertanding satu lawan satu dengan Petrik sebelumnya?”
Suara     : “Tidak.”
Khalid    : “Kalau begitu, kamu jangan melawannya, biarkan orang lain selain kamu yang melawannya.” (lalu muncullah  Qais bin Hubairah di hadapan Khalid).
 Qais     : “Wahai Khalid, saya kira kamu mengetahui segala jati diri dan kemampuanku dengan baik.”
Khalid    : “Oh ya, demi Allah, kamu adalah  Qais bin Hubairah. Kamu pernah bertarung satu lawan satu melawan dua Petrik pada saat perang Jabiyah dan kamu dapat membunuhnya. Nah sekarang saya harap kamu dapat membunuh Petrik yang ketiga ini!”
Abu Basyir    : “(Terdengar suaranya dari jauh) kalian telah menjadikan Petrik ini menunggu lama. Jika kalian tidak ingin melawannya maka dia akan kembali!”
Khalid    : “Wahai Qais, saya akan menghadapinya jika kamu tidak mau melakukannya.”
Qais      : “Jangan, biarkan kehormatan ini untuk saya, wahai Abu Sulaiman.” (Ia bergegas keluar. Kemudian terdengar suara ringkikan kudanya dan iapun melagukan sebuah sya’ir);
Tanyakanlah kepada wanita desa yang bergelang kaki.        
          Bukankah pada hari peperangan saya adalah pahlawannya?
          Dan yang membunuh para panglimanya (musuh)?
Ikrimah   : “Mereka saling menyerang.”
Khalid    : “Ya Allah, tolonglah  Qais bin Hubairah!”
Ikrimah   : “Apakah kamu mengkhawatirkan Qais?”
Khalid    : “Ya, tetapi Allah akan memberikan kemenangan kepadanya.”
Ikrimah   : “Menakjubkan, saya kira dia tidak membiarkan  Qais untuk bernafas walaupun hanya sesaat.”
Khalid    : “Bahkan dia adalah pahlawan yang pemberani dan tidak lemah. Lihatlah pukulan dan ketangkasanya.”
Ikrimah   : “Apakah kamu telah tahu hal itu sejak awal?”
Khalid    : “Ya, saya telah memperhatikan dengan seksama gerakan dan kelincahannya. Ya, barang kali saya harus keluar untuk menghadapinya.”
Ikrimah   : “Allahu akbar! orang kafir itu jatuh tersungkur menjadi korban!”
Khalid    : “Alhamdulillah!”
Kaum muslimin: “(Dengan suara yang serempak) Allahu akbar....Allahu akbar!”
Khalid    : “Wahai kaum muslimin, tidak ada lagi yang dapat kalian lihat setelah ini kecuali kemenangan. Bergembiralah, demi Allah mereka tidak akan merasa senang dengan kejadian ini, terutama tentara ini, yang tergeletak di atas tanah!”
Ikrimah   : “Mereka menyerang kita, Khalid!”
Khalid    : “Wahai kaum muslimin, tentara Romawi menyerang kalian karena serangan satu orang untuk membebaskan diri mereka dari daerah sempit ini. Karena itu, hadapilah mereka dan jangan menyingkir. Bersabarlah! Bersabarlah! Sesungguhnya kemenangan hari ini akan menjadi bencana bagi salah satu pihak yang kalah.”
          (Pertempuran semakin sengit, terdengar pekikan suara perang, dentingan pedang yang beradu dan suara ringkikan kuda).
Ikrimah   : “Betapa cepatnya serangan mereka terhadap pasukan kita, barangkali sebaiknya  aku ikut berperang, Khalid. Saya jangan sampai tetap di sini, hanya menjadi penonton saja.”
Khalid    : “Celaka kamu Ikrimah, kamu memang harus bertempur di sini, di jalan sempit ini karena tempat inilah tujuan serangan mereka!”
Dhirar    : “(Suaranya) wahai Abu Sulaiman!”
Khalid    : “Berita apa yang kamu bawa, Dhirar?”
Dihrar    : “Serangan mereka di sisi sebelah kanan semakin hebat sehingga sebagian besar pasukan musuh dapat memasuki daerah tersebut.”
Khalid    : “Pergilah dan katakan kepada Amr bin Ash untuk tetap di tempatnya dan terus berusaha menghalang-halangi mereka yang ingin masuk kawasan tersebut. Kami akan mencegah pasukan musuh yang berada di depannya dari sebelah kiri. Wahai Qais bin Hubairah!”
Suara     : “Ya.”
Khalid    : “Tolonglah pasukan yang berada di sebelah kanan dan tahan pasukan musuh yang berada di depan mereka. Wahai Qais, jika kamu mampu untuk membunuh Dranger, maka lakukanlah!”
Qais      : “(Suaranya) saya akan membunuhnya, insya Allah.”
Suara     : “Wahai Abu Sulaiman!”
Khalid    : “Berita apa yang kamu bawa, Dhahak bin Qais?”
Suara     : “Daerah sisi sebelah kiri sudah terbuka tetapi pertempuran masih tetap berlangsung. Para pemegang bendera masih tetap di tempatnya, begitu juga dengan para pasukan yang menjaga daerah itu. Sedangkan para pasukan Romawi sendiri menaiki punggung (untuk meloncat) pasukan kita yang kalah.”
Khalid    : “Ambilkan peciku, wahai Ummu Tamim! Dan kamu Ikrimah, kamu harus tetap di sini sampai aku kembali dari menolong mereka.”
          (Ummu Tamim mengambil pecinya dan iapun bergegas untuk keluar) Wahai Qa’qa’ bin Amr dan Rafi’ bin Umaiarah, kemarilah. Pergilah bersamaku!”
          (Amr bin Ikrimah masuk dan berhenti di samping ayahnya).
Amr       : “Lihatlah ayah, orang-orang yang kalah (dari pihak kaum muslimin) itu melarikan diri menuju anak bukit itu dan di belakang mereka ada pasukan musuh yang mengejarnya.”
Ikrimah   : “Hai anakku, kamu mempunyai badan yang ringan. Karena itu naiklah dari sisi ini dan peringatkan para wanita serta tolonglah mereka.”
Amr       : “Saya akan naik bagaikan kilat, ayah.” (keluar dari sisi anak bukit).
Ummu Hakim: “Semoga Allah menjagamu, wahai anakku.”
Suara     : “Wahai Abu Sulaiman!”
Ikrimah   : “Dhirar bin Azwar...berita apa yang kamu bawa?”
Suara     : “Mana Khalid?”
Ikrimah   : “Keluar untuk membantu pasukan yang berada di sayap kiri dan saya menggantikan posisinya. Jadi berita apa yang kamu bawa?”
Suara     : “Pasukan sayap kanan kita telah menutup semua jalur keluar bagi pasukan musuh yang memasuki medan tersebut sehingga tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat.”
Ikrimah   : “ Alhamdulillah.”
Ummu Tamim: “Perintahkan dia, wahai Ikrimah, untuk menyusul Khalid dan memberitahukan berita gembira ini.”
Ikrimah   : “Sekarang pergilah kamu kepada Khalid yang berada di sayap kiri untuk memberikan kabar gembira ini.”
Suara     : “Baiklah Ikrimah.”
Ummu Hakim: “Lihatlah, wahai Ummu Tamim! Lihatlah orang-orang yang menaiki bukit itu, mereka semua turun sambil melarikan diri.”
Ummu Tamim: “Dan wajah-wajah mereka berlumuran darah.”
Ikrimah   : “Betapa hebatnya para wanita muslimah itu.”
Ummu Hakim: “Nah lihatlah, para wanita itu menghalau mereka!.”
Ummu Tamim: “Dan anakmu, Amr, bersama mereka sambil mengibas-ngibaskan pedangnya!”
Ummu Hakim: “Mari kita ke sana untuk bisa melakukan itu bersama mereka!”
Ummu Tamim: “Saudaramu yang memerintahkan?”
Suara     : “(Dari arah bukit) Allah mencela orang-orang yang lari dari isterinya dan orang-orang yang lari dari suaminya.”
Suara yang lain: “Wahai para wanita Arab! Ayo kita halangi mereka. Kita halangi orang-orang yang lari dari medan perang. Orang yang lari dari wanita yang bertaqwa.”
Suara lain    : “Wahai orang-orang yang lari dari para wanita yang bertaqwa (karena melarikan diri)!”
Ummu Tamim: “Itu Khaulah binti Tsa’labah.”
Suara     : “Kamu akan dilempari anak panah dan kematian.”
Suara     : “Kamu akan dilempari anak panah dan kematian.”
Suara     : “Apakah kamu rela melihat kami menjadi tawanan?”
Suara     : “Apakah kamu rela melihat kami menjadi tawanan?”
Suara     : “Tanpa penghargaan dan kebahagiaan.”
Serempak  : “Tanpa penghargaan dan kerelaan.”
Suara     : “Wahai para wanita muslimah, Khalid bin Walid memerintahkan kalian untuk kembali ke tempat kalian di atas bukit.”
Ummu Tamim: “Itu adalah suara Dhirar bin Azwar, dia telah menyusul Khalid.”
Ummu Hakim: “Dan itu pamanku, dia telah kembali.”
Ummu Tamim: “Dia terluka.” (dia masuk ke dalam tenda dan keluar lagi sambil membawa kain lap dan perban)
          (Khalid masuk).
Ikrimah   : “Kamu baik-baik saja Khalid?!”
Khalid    : “Saya habis menyemangati pasukan kita yang berada di sayap kiri dan untuk kembali lagi ke barisannya. Saya juga mencari Ibnu Qunathir, tetapi tidak menemukannya. Padahal saya sudah mengitari pasukannya. Kalau bukan karena jalan sempit ini, tentu aku sudah berspekulasi untuk mencarinya ke segala arah dan menahannya.”
          (Ia mendekat kepada Ummu Tamim dan membuka lukanya yang berada di lengannya. Kemudian Ummu Tamim pun mengobati dan mengikat luka itu dengan perban).
Ikrimah   : “Justru kamu telah melakukan suatu hal yang tepat, Khalid. Sebab tidak baik kamu menyelinap dan berspekulasi demi satu orang, padahal di sisi lain kamu adalah pemimpin tentara ini.”
Khalid    : “Kamu betul, Ikrimah.”
          (Amr bin Ikrimah masuk).
Amr       : “Apa yang terjadi denganmu paman? apakah kamu terluka?”
Khalid    : “Ah, hanya luka kecil. Beri tahu aku, apa yang telah dilakukan para wanita itu di atas bukit?”
Amr       : “Mereka mengayunkan pedang, tongkat dan melempari dengan batu sehingga ada empat belas tentara muslim yang terluka dan salah satunya meninggal. Mereka juga membunuh tiga orang tentara Romawi.”
Ummu Hakim: “Dan kamu, apakah kamu tidak membunuh satupun dari mereka?”
Amr       : “Bahkan saya telah membunuh satu prajurit Romawi dan melukai dua orang lainnya. Sedangkan yang lainnya melarikan diri untuk kembali ke kesatuan mereka.”
Khalid    : “Tidak, mereka tidak kembali lagi ke kesatuan mereka Amr.”    
Amr       : “Itu benar paman. Mereka telah kembali ke kesatuannya.”                  
Khalid    : “(Dengan tertawa) mereka telah disambar oleh pedang kaum muslimin sebelum mereka melakukan itu.” (kembali).
Suara     : “Wahai Abu Sulaiman...wahai Abu Sulaiman!”
Amr       : “Itu Abu Hasyim bin Utbah, ia bersama Hindun.”
Khalid    : “Abu Hasyim bin Utbah, ada apa denganmu? apakah matamu terluka? kemarilah biar Ummu Tamim mengobatimu.”
Ikrimah   : “Atau Ummu Hakim.”
Abu Hasyim    : “(Ia masuk  bersama Hindun dengan keadaan di perban mata sebelah kanannya) untuk apa kamu mendatangkan ini Khalid? saudara saya, Hindun, telah megobati dan memperbannya seperti yang kamu lihat. Saya datang ke sini hanya memintamu supaya dapat menemukan cara agar terhindar dari lemparan tombak orang-orang Armenia. Banyak sekali pasukan kaum muslimin yang menjadi sasaran tombak mereka di matanya.”
Ummu Tamim: “(Selesai mengikat luka Khalid) kemarilah, duduk dan istirahatlah di sini wahai Abu Hasyim.”
Abu Hasyim    : “Saya akan kembali ke kesatuanku.”
Hindun    : “Istirahatlah dulu walau hanya sebentar sampai lukamu mengering. Kalau kamu mau, ayo ke tempatku di atas bukit itu.”
Abu Hasyim    : “Tinggalkan saya sekarang Hindun. Besok kita bisa istirahat. Wahai Abu Sulaiman, saya telah menyampaikan keadaan yang aku ketahui. Maka ambillah tindakan.” (keluar dengan penuh kekuatan, semangat dan keteguhan hati yang mendalam untuk mati syahid).
Khalid    : “Hai Dhahak bin Qais!”
Suara     : “Ya.”
Khalid    : “Pergilah untuk mencari Amr bin Ash, Sa’id bin Zaid, Yazid bin Abu Sufyan dan Abu Ubaidah. Lalu perintahkan mereka untuk datang ke sini sekarang juga. Katakan kepada mereka kalau saya ingin bermusyawarah dengan mereka untuk masalah yang sangat penting secepatnya!”
Suara     : “Baiklah Khalid.”
Suara     : “(Terdengar dari jauh) wahai pertolongan Allah, mendekatlah! wahai orang Islam, berjihadlah! berjihadlah! bersabarlah! bersabarlah!”
Khalid    : “Bukankah itu suara Abu Sufyan, wahai Hindun?”
Hindun    : “Benar, wahai Abu Sulaiman. Tidak ada yang tersisa darinya selain suaranya.”
Khalid    : (Memanggil) “Wahai Abu Sufyan...hai Abu Sufyan!”
Suara     : “Ya.”
Khalid    : “Kemarilah, ke sini.”
Hindun    : “Apa yang akan kamu lakukan terhadapnya?”
Khalid    : “Kami mendengarkannya dan kami suka mendengarkan pendapatnya.”
(Abu Sufyan masuk).
Abu Sufyan    : “Hah! apa yang telah dia (Hindun) lakukan di sisi kalian?”
Hindun    : “Dan kamu, apa yang kamu lakukan, wahai orang tua jelek?”
Abu Sufyan    : “Bukankah kamu mendengarkan suaraku?”
Hindun    : “Wahai pertolongan Allah, mendekatlah!!” (para hadirinpun tertawa).
Abu Sufyan    : “Bukankah itu lebih baik dibandingkan kata-kata, ”Kami anak perempuan jalanan, berjalan di atas bantal.”
Hindun    : “Semoga Allah mencelakaimu. Apakah kamu tidak bisa berkata selain perkataan yang memalukan itu? Apakah kamu juga tidak ingat ketika kamu memanggil, ”menjadi mulialah Hubal! kami mempunyai ‘Izza sedangkan kalian tidak!” (mereka tertawa).
Abu Sufyan    : “Yang telah berlalu biarlah berlalu. Sekarang Allah telah memuliakan kita dengan Islam.”
Hindun    : “Jadi bersyukurlah atas segala nikmat-Nya. Dan berjihadlah di jalan-Nya seperti jihadnya para mukhlisin (orang-orang yang ikhlas).”
Abu Sufyan    : “Celaka kamu. Hari ini saya sungguh-sungguh berjihad di jalan Allah.”
Hindun    : “Dengan ujung lidahmu.”
Abu Sufyan    : “Wahai Hindun, saya senang kalau masa mudaku kembali. Dengan begitu saya dapat memacu kudaku untuk dapat berlari dengan cepat dan menerobos barisan pasukan musuh dengan bendera Islam di tangan.”
Hindun    : “Bagaimana mungkin? bendera Islam dibawa oleh Assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama masuk Islam).”
Abu Sufyan    : “Kalaupun saya kehilangan kesempatan itu, maka biarlah Yazid, anakku, yang dapat berbuat itu. Dia sekarang menjadi komandan batalyon kaum muslimin. Dan saya punya peran di dalam sifat kemuliaan dan keutamaan yang dimilikinya itu.”
Hindun    : “Besok anakku, Muawwiyah, akan munucul dan mengunggulinya.”
Abu Sufyan    : “Celaka kamu, apakah kamu tidak malu duduk-duduk di sini sedangkan para wanita muslimah lainnya sedang dalam keadaan payah dan sedang bekerja keras untuk membawa kantong air bagi yang haus dan mengobati orang-orang yang luka?!”
Hindun    : “Celaka kamu, itulah yang sedang saya lakukan. Bukankah kamu melihat kantong air dan kain lap luka ini bersamaku?”
Abu Sufyan    : “Dan kamu duduk di sini?”
Hindun    : “Siapa yang mengatakannya kepadamu? saya datang bersama Abu Hasyim yang terluka di matanya lalu aku membalutnya. Dan aku menuntunnya sampai dia bertemu dengan Abu Sulaiman.”
Khalid    : “Ya...itu benar wahai Abu Sufyan.”
Abu Sufyan    : “Dan di mana dia sekarang?”
Hindun    : “Kembali ke tempat pasukannya semula untuk bertempur dengan pedangnya, tidak dengan lidahnya seperti kamu.”
Abu Sufyan    : “Hei, lihatlah! ini pedangku. Jika orang kafir datang mendekat maka aku akan menebas batang lehernya.”
Hindun    : “Jika orang kafir mendekat kepadamu! bagaimana jika kamu mendekati mereka?!”
Abu Sufyan    : “Apa yang kamu bicarakan wahai perempuan? barangkali kamu mengharapkan saya mati meninggalkanmu?”
Hindun    : “Tidak.. jika Allah ingin memberi anugerah syahid, maka posisi dirimu lebih rendah di sisi-Nya dibandingkan yang lain (kamu tidak pantas memperoleh predikat syahid). Akan tetapi saya menginginkan sesuatu yang lain.”
Abu Sufyan    : “Apa itu?”
Hindun    : “Seandainya saja tombak yang mengenai mata Abu Hasyim itu mengenai matamu!”
Abu Sufyan    : “Semoga Allah mencelakakanmu, bukankah kamu lihat kalau saya sudah kehilangan satu mata saya di peperangan Tha’if?”
Hindun    : “Lalu apa bahayanya jika kamu kehilangan mata yang kedua?” (para hadirin tertawa)
Ikrimah   : “Lihatlah Khalid, mereka telah datang.”
Hindun    : “Keluarlah kamu, wahai Abu Sufyan. Mereka mau mengadakan musyawarah.”
Abu Sufyan    : “Dan kamu, kenapa tiba-tiba telah menjadi ahli syura?” (para hadirin tertawa).
Hindun    : “Tidak, saya juga akan keluar.”
Khalid    : “Tinggalkan dia Hindun, barangkali dia dapat memberikan pendapat yang bagus kepada kami yang menyangkut tempat kalian berdua.”
          (Lalu masuklah Abu Ubaidah, Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan, Sa’id bin Zubair, Zubair bin Awwam, Rumanus dan Abdurrahman bin Abu Bakar Siddiq).
Abu Ubaidah   : “Saya datang bersama Zubair, Rumanus dan Abdurrahman bin Abu Bakar.”
Khalid    : “Bagus Abu Ubaidah. Selamat datang wahai Abu Abdullah, selamat datang Ibnu Abu Bakar dan selamat datang wahai Abu Rum. Langsung saja, saya tidak akan menahan kalian lama-lama karena waktu kita terbatas. Bagaimana pendapat kalian tentang pasukan pelempar tombak dari Armenia itu?”
Amr       : “Musibah besar.... lemparan mereka telah mengenai mata ratusan kaum muslimin. Di antara mereka ada pasukan pejalan kaki dan pasukan berkuda seperti Asytar An-Nakha’i, Hasyim bin Utbah bin Abi Waqqas dan Asy’ats bin Qais.”
Yazid     : “Dan Abu Hasyim bin Utbah!”
Khalid    : “Apa yang dapat kalian usulkan untuk mencari jalan keluarnya?”
Yazid     : “Saya pikir para wanita sebaiknya turun dari atas bukit itu supaya lebih memudahkan menyelamatkan korban yang luka-luka. Sebab jumlah korban luka-luka semakin bertambah banyak.”
Sa’id     : “Adapun saya, saya telah memerintahkan pasukanku untuk mencari jejak pasukan berkuda mereka dan mendekatinya, lalu apabila telah dekat mereka dapat menangkapnya dengan sekali lompatan dan itu lebih baik daripada mempertahankan diri dari lemparan tombak pasukan Armenia.”
Amr       : “Adapun saya, saya telah memerintahkan pasukanku untuk mengangkat tameng di sekitar wajah mereka sehingga dapat mengurangi jumlah pasukan yang terluka.”
Zubair    : “Ini semua tidak bermanfa’at banyak. Satu-satunya jalan adalah membinasakan dan menghabisi orang-orang Armenia itu.”
Khalid    : “Bagaimana pendapatmu, Rumanus?”
Rumanus   : “Apa yang dikatakan Zubair benar. Tapi untuk mencapai hal itu sangatlah sulit. Mereka dilindungi oleh bukit kecil yang berada di sebelah barat yang mengelilingi mereka dari segala arah.”
Zubair    : “Saya akan menunjukkan bahwa bagi orang yang punya keinginan kuat dan niat yang ikhlas hanya kepada Allah tidaklah sulit untuk menerobos ke sana. Berikan saya waktu untuk mengoyak barisan musuh sehingga saya dapat sampai di bukit kecil itu, kemudian kembali lagi lewat jalan lain insya Allah.“
Amr       : “Apakah kamu akan menerobosnya sendirian, wahai Abu Abdullah?”
Zubair    : “Ya.”
Khalid    : “Semoga engkau diberkahi, wahai murid Rasulullah. Dan supaya perbuatanmu itu dapat menjadi contoh yang baik bagi kaum muslimin lainnya. Dengan demikian mereka dapat mendobrak barisan musuh untuk menembus dan sampai di tempat para pelempar tombak dari Armenia itu.”
Ikrimah   : “Saya pergi bersama Zubair.”
Abdurrahman: “Saya juga.”
Abu Ubaidah   : “Saya juga.”
Khalid    : “Pelan-pelanlah. Kamu, wahai Abu Ubaidah, adalah pemimpin jama’ah kaum muslimin. Dan kamu Ikrimah, kamu akan bersama

Translate

Wheather Forecast

Monster Drift

Welcome to My Blog

Aqua Clock

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

AT-TAUHID

AT-TAUHID
syahadah

- Copyright © YONAS SYABAB'S INFORMATION CENTER -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Yonas Septiyan -