Posted by : Unknown
Kamis, 31 Januari 2013
BAITUL MAL
Baitul mal merupakan institusi
khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi
kaum Muslim yang berhak menerimanya. Setiap harta, baik berupa tanah, bangunan,
barang tambang, uang, maupun harta benda lainnya -di mana kaum Muslim berhak
memilikinya sesuai hukum syara dan tidak ditentukan individu pemiliknya
walaupun jenis hartanya tertentu- maka harta tersebut adalah hak baitul mal
kaum Muslim. Tidak ada perbedaan, baik yang sudah masuk ke dalamnya maupun yang
belum. Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang
berhak menerimanya, untuk kemaslahatan kaum Muslim dan pemeliharaan urusan
mereka, serta untuk biaya mengemban dakwah, merupakan kewajiban atas baitul
mal, baik dikeluarkan secara riil maupun tidak. Baitul mal dengan pengertian
seperti ini tidak lain adalah sebuah lembaga.
Jadi,
baitul mal adalah tempat penampungan dan pengeluaran harta, yang merupakan
bagian dari pendapatan negara.
Pertama
kali berdirinya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya
firman Allah Swt -yakni di Badar seusai perang dan saat itu para sahabat
berselisih tentang ghanimah-:
]يَسْأَلُونَكَ
عَنِ اْلأَنْفَالِ قُلِ اْلأَنْفَالُ ِللهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُوا اللهَ
وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ[
Mereka
(para sahabat) akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah
bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertakwalah kepada Allah dan
perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman. (TQS. al-Anfal [8]: 1)
Diriwayatkan dari Said bin Zubair yang berkata: ‘Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas
tentang surat al-Anfal, maka dia menjawab: 'surat al-Anfal turun di Badar.’
Ghanimah Badar merupakan harta pertama yang diperoleh kaum Muslim setelah
ghanimah yang didapat dari ekspedisi (sarayah)
Abdullah bin Jahsyi. Pada saat itu Allah menjelaskan hukum tentang pembagiannya
dan menjadikannya sebagai hak seluruh kaum Muslim. Selain itu, Allah juga
memberikan wewenang kepada Rasul saw untuk membagikannya dengan
mempertimbangkan kemaslahatan kaum Muslim, sehingga ghanimah tersebut menjadi
hak baitul mal. Pembelanjaan harta tersebut dilakukan oleh Khalifah sesuai
dengan pendapatnya dalam rangka merealisasikan kemaslahatan mereka (kaum
Muslim).
Adapun
baitul mal yang berarti tempat penyimpanan harta yang masuk dan pengelolaan
harta yang keluar, maka di masa Nabi saw belum merupakan tempat yang khusus.
Ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak. Lagi pula
hampir selalu habis dibagikan kepada kaum Muslim, serta dibelanjakan untuk
pemeliharaan urusan mereka. Pada saat itu Rasulullah saw segera membagikan
harta ghanimah, dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) segera setelah selesainya peperangan tanpa
menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera membelanjakannya sesuai
ketentuan. Handhalah bin Shaifiy -yang juga salah seorang penulis Rasulullah
saw meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
Tetapkanlah
dan ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya. Hal ini
beliau ucapkan tiga kali. Handhalah berkata, ‘Suatu saat pernah tidak ada harta
atau makanan apapun padaku selama tiga hari, lalu aku laporkan kepada
Rasulullah (keadaan tersebut). Rasulullah sendiri tidak tidur, sementara di sisi beliau tidak ada
apapun’.
Biasanya Rasulullah saw membagi-bagikan harta pada
hari itu juga. Hasan bin Muhammad menyatakan:
Bahwasanya
Rasulullah saw tidak pernah menyimpan harta, baik siang maupun malam.
Dengan kata lain, apabila harta itu datang pada pagi
hari, tidak sampai setengah hari harta tersebut sudah habis dibagikan. Demikian
juga jika harta itu datang di siang hari, maka tidak pernah sampai tersisa
hingga malam harinya. Oleh karena itu, tidak pernah ada harta tersisa yang
memerlukan tempat penyimpanan atau arsip tertentu.
Keadaan tersebut terus berlangsung sepanjang masa
Rasulullah saw. Ketika Abubakar menjadi Khalifah, cara seperti itupun
berlangsung di tahun pertama kekhilafahannya. Yaitu, jika datang harta
kepadanya dari sebagian daerah kekuasaannya, maka ia membawanya ke Masjid
Nabawi dan membagi-bagikannya di antara orang-orang yang berhak menerimanya.
Kadang-kadang Khalifah Abubakar menugaskan Abu Ubaidah bin al-Jarrah untuk
melakukannya. Hal ini dapat diketahui pada saat Abu Ubaidah berkata kepadanya: ‘Aku telah memberikan (membagikan) harta
(yang diberikan engkau) hingga tidak bersisa’. Kemudian pada tahun kedua
kekhilafahannya, ia mendirikan ‘embrio’ baitul mal, yaitu dengan mengkhususkan
suatu tempat di rumahnya untuk menyimpan harta yang masuk ke kota Madinah. Ia
membelanjakan semua harta yang ada di tempat tersebut untuk kaum Muslim dan
kemaslahatan mereka.
Setelah Abubakar wafat, Umar menjadi Khalifah. Saat
itu juga ia mengumpulkan para bendaharawan serta memasuki rumah Abubakar,
seraya membuka baitul mal. Ia hanya mendapatkan satu dinar di dalamnya, itupun
terjadi karena kelalaian petugasnya. Ketika penaklukan-penaklukan wilayah lain
semakin banyak pada masa Umar, dan kaum Muslim berhasil menaklukan negeri
Persia dan Romawi, maka semakin banyak pula harta yang mengalir ke kota
Madinah. Khalifah Umar lalu membuat bangunan khusus untuk menyimpan harta
(baitul mal), membentuk bagian-bagiannya, mengangkat para penulisnya,
menetapkan santunan untuk para penguasa dan untuk keperluan pembentukan
tentara. Meski kadang-kadang ia menyimpan seperlima bagian dari harta ghanimah
di masjid, akan tetapi dia akan segera membagi-bagikannya juga tanpa
ditunda-tunda lagi. Ibnu Abbas berkata: ‘Umar
pernah memanggilku. Ketika itu di hadapannya ada emas terhampar di lantai
masjid, maka ia berkata: ‘Kemarikan emas itu dan bagikan kepada rakyat.
Sesungguhnya Allah lebih Mengetahui telah terjadinya penahanan emas ini pada
masa Nabi-Nya dan masa Abubakar.’ Lalu diberikannya pula kepadaku, apakah
kebaikan atau keburukan yang dikehendaki-Nya’. Abdurahman bin Auf berkata: ‘Umar pernah mengutusku, ketika itu ia sudah
terbungkuk (tua), lalu aku masuk dan ia menarik tanganku masuk ke dalam sebuah
ruangan. Pada saat itu keadaannya sudah lemah, ia berkata: ‘Inilah lemahnya
keluarga al-Khaththab di hadapan Allah, demi Allah seandainya kami
memuliakan-Nya, maka jika kedua sahabatku (Muhammad saw. dan Abubakar)
melaksanakan suatu perkara niscaya aku (pasti) mengikutinya.’ Selanjutnya
Abdurrahman berkata: ‘Ketika aku melihat
apa yang dibawa Umar, maka aku katakan: ‘Duduklah bersama kami wahai Amirul
Mukminin, mari kita bertukar pikiran’. Ia berkata, lalu kami duduk dan menuliskan nama-nama penduduk Madinah, orang-orang
yang berjuang di jalan Allah, isteri-isteri Rasul saw. dan yang selain dari
itu.
Dengan demikian, jelaslah bahwa
kaum Muslim harus memiliki baitul mal. Yaitu tempat yang di dalamnya terkumpul
harta, di dalamnya terjaga bagian-bagiannya, dikeluarkan darinya santunan bagi
para penguasa dan dibagikan harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
BAGIAN-BAGIAN
BAITUL MAL
Ad-Diwan (bagian-bagian dari lembaga) adalah suatu tempat di
mana para penulis administrasi baitul mal berada, dan digunakan untuk keperluan
penyimpanan arsip-arsip. Kadangkala yang dimaksud ad-diwan adalah arsip-arsip itu sendiri, sehingga ada saling
keterkaitan di antara kedua makna ini.
Bagian-bagian
Baitul Mal yang Paling Awal Terbentuk
Bagian-bagian baitul mal yang
paling awal terbentuk serta pengkhususan tempat tertentu untuk menjaganya,
terjadi pada masa kekhilafahan Umar bin al-Khaththab, yaitu pada tahun 20
Hijriyah. Pada masa Rasulullah saw baitul mal belum memiliki bagian-bagian
tertentu, walaupun beliau telah mengangkat para penulis yang bertugas mencatat
harta. Pada saat itu beliau telah mengangkat Muaiqib bin Abi Fatimah ad-Dausiy
sebagai penulis harta ghanimah, az-Zubair bin al-Awwam sebagai penulis harta
zakat, Hudzaifah bin al-Yaman sebagai penulis harga hasil pertanian daerah
Hijaz, Abdullah bin Rawahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah
Khaibar, al-Mughirah bin Syu'bah sebagai penulis hutang piutang dan aktivitas
muamalah yang dilakukan oleh negara, serta Abdullah bin Arqam sebagai penulis
urusan masyarakat yang berkenaan dengan kepentingan kabilah-kabilah termasuk
kondisi pengairannya. Namun demikian, saat itu belum terbentuk bagian-bagian
baitul mal dan juga belum adanya tempat tertentu yang dikhususkan untuk
penyimpanan arsip maupun ruangan bagi para penulis. Keadaan seperti ini juga
terjadi pada masa kekhilafahan Abubakar.
Pada
saat Umar bin Khaththab menjadi Khalifah dan sejalan dengan makin bertambahnya
penaklukkan-penaklukkan yang menyebabkan semakin banyaknya harta yang mengalir
ke kota Madinah, maka kondisi ini menuntut pembentukan bagian-bagian dari
baitul mal, penulisan arsip-arsip dan adanya tempat-tempat tertentu yang
dikhususkan untuk penyimpanannya serta ruangan untuk para penulisnya.
Penyebab
utama munculnya pemikiran untuk membentuk bagian-bagian baitul mal adalah
peristiwa saat Abu Hurairah menyerahkan harta yang banyak kepada Khalifah Umar
bin Khaththab yang diperolehnya dari Bahrain. Pada saat itu Umar bertanya
kepadanya: ‘Apa yang engkau bawa ini?’
Abu Hurairah menjawab: ‘Aku membawa
(harta) 500 ribu dirham’. Umar berkata lagi kepadanya: ‘Apakah engkau sadar apa yang engkau katakan? Mungkin engkau sedang
mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh.’ Ketika esoknya Abu Hurairah
kembali kepada Umar maka beliau berkata kepadanya: ‘Berapa banyak uang yang engkau bawa?’ Abu Hurairah menjawab: ‘500 ribu dirham’ Umar berkata lagi: ‘Apakah (benar-benar) sebanyak itu ?’ Abu
Hurairah menjawab: ‘Aku tidak tahu
kecuali memang begitu’. Kemudian Umar naik mimbar, memuji Allah dan
mengagungkan-Nya, seraya berkata: ‘Wahai
manusia, sungguh telah datang kepada kita harta yang banyak, apabila kalian
berkehendak terhadap harta itu, maka kami akan menimbangnya bagi kalian, dan
apabila kalian ingin kami menghitungnya maka kami akan melakukannya untuk
kalian’. Seorang laki-laki berkata: ‘Wahai
Amirul Mukminin, buatlah bagian-bagian baitul mal untuk masyarakat, sehingga
mereka dapat mengambil bagiannya dari sana.’ Al-Waqidi berkata bahwa Umar
bin Khaththab bermusyawarah dengan kaum Muslim dalam pembentukan bagian-bagian
baitul mal tersebut. Pada saat itu Ali berkata kepadanya: ‘Bagikanlah olehmu harta yang terkumpul kepadamu setiap tahun dan
janganlah engkau tahan dari harta itu sedikitpun’. Utsman berkata: ‘Aku melihat harta yang banyak yang akan
menghampiri manusia, jika mereka tidak diatur sampai diketahui mana orang yang
sudah mengambil bagiannya dan mana yang belum, maka aku khawatir hal ini akan
mengacaukan urusan.’ Al-Warid bin Hisyam bin al-Mughirah berkata: ‘Ketika aku di Syam aku melihat raja-rajanya
membuat bagian tertentu pada kas negaranya serta membentuk struktur tentaranya
dan hal tersebut senantiasa terjadi demikian.’ Mendengar keterangan
tersebut, maka Khalifah Umar menyetujuinya. Kemudian ia memanggil beberapa
orang keturunan Quraisy, yaitu 'Uqail bin Abi Thalib, Mukharamah bin Naufal dan
Jabir bin Muth'im, dan Umar berkata kepada mereka: ‘Tulislah oleh kalian nama seluruh orang berdasarkan
kabilah-kabilahnya.’ Mereka melaksanakan perintah tersebut dengan memulai
penulisan dari bani Hasyim, kemudian Abubakar dan kaumnya, Umar dan kaumnya
serta diikuti dengan kabilah-kabilah lainnya. Setelah itu mereka menyerahkannya
kepada Umar. Ketika Umar melihat hal itu beliau berkata: ‘Tidak, bukan ini yang aku maksud, tapi mulailah dari kerabat
Rasulullah saw, yaitu yang paling dekat kepada beliau, maka tulislah
kedudukannya itu sehingga kalian dapat menempatkan Umar sebagaimana Allah Swt
telah menetapkannya.’
Bagian baitul mal yang berkaitan dengan santunan
kepada para penguasa dan tentara, seluruhnya ditulis dalam bahasa Arab. Adapun
bagian yang mengatur pemasukan (al-Istifai)
dan pembelanjaan (Jibayah) harta
tidak ditulis dalam bahasa Arab, melainkan ditulis dalam bahasa daerah
masing-masing. Misalnya, bagian Irak dalam bahasa Persia (sebagaimana terjadi
pada masa negara Persia). Demikian juga negeri-negeri lain yang tunduk kepada
kekuasaan Persia, bagian yang mengatur pemasukan kharaj, jizyah dan pembelanjaan hartanya ditulis dalam bahasa
Persia. Untuk negeri Syam dan daerah-daerah yang tunduk kepada kekuasaan
Romawi, maka bagian yang mengatur pemasukan kharaj,
jizyah dan pembelanjaan hartanya ditulis dalam bahasa Romawi (sebagaimana
halnya pada masa pemerintahan Romawi). Keadaan tersebut -baik untuk Irak maupun
Syam- terus berlangsung dari masa kekhilafahan Umar bin Khaththab sampai masa
Abdul Malik bin Marwan dari bani Umayyah. Pada tahun 81 H, bagian yang mengurus
negeri Syam, penulisannya diuubah dengan bahasa Arab.
Diriwayatkan
bahwa yang mendorong Abdul Malik bin Marwan melakukan perubahan penulisan
tersebut, adalah terjadinya peristiwa di mana seorang penulis bagian itu -yang
berbangsa Romawi- membutuhkan air untuk mengisi (ulang) penanya. Namun ia tidak
mendapatkan air, lalu sebagai gantinya ia gunakan air seninya. Kejadian
tersebut sampai kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Maka beliau memberinya
sanksi, seraya memerintahkan Sulaiman bin Sa'ad untuk mengubah bagian tersebut
dengan bahasa Arab. Beliau meminta Sulaiman untuk menghitung kharaj di Yordania selama 1 tahun.
Sulaiman melakukannya dan menjadi Wali (gubernur) di Yordania. Pada saat itu kharaj yang diperoleh dari Yordania
sebanyak 180 ribu dinar. Sulaiman telah menyelesaikan perubahan bagian tersebut
dalam waktu tidak sampai setahun. Khalifah Abdul Malik bin Marwan mendatanginya
dan memanggil seorang penulisnya yang bernama Sarjun. Beliau mempertimbangkan
sesuatu kepadanya dan mendatangkan kesulitan (bagi Sarjun). Ia (Sarjun) keluar
dari tempat itu dalam keadaan sedih. Tak lama kemudian sekelompok penulis
Romawi menemuinya dan dia berkata kepada mereka: ‘Carilah (oleh kalian) pekerjaan selain pekerjaan ini, karena Allah
telah memutuskannya dari kalian.’
Adapun bagian yang mengurus
Irak, maka sesungguhnya al-Hajjaj (Wali Abdul Malik bin Marwan di Irak)
memerintahkan penulisnya yang bernama Shalih bin Aburrahman agar mengubah
bagian itu dari bahasa Persia menjadi bahasa Arab. Saat itu Shalih menguasai
kedua bahasa tersebut, lalu melaksanakan perintah itu seraya memuji al-Hajjaj
sampai ia selesai melakukannya. Ketika hal tersebut diketahui oleh salah
seorang penulis al-Hajjaj, yang berkebangsaan Persia --Muradansyah bin Zadaan
Farukh--, maka dia berusaha menyuap Shalih dengan 100 ribu dirham agar Shalih
tidak melakukan tugas itu, namun Shalih menolaknya. Bahkan Shalih berkata
kepadanya: ‘Allah Swt telah memotong
anggota badanmu dan memisahkanmu dari dunia seperti halnya engkau memutuskan
nenek moyang Persia.’
PEMBAGIAN DEWAN BAITUL MAL
Baitul mal terdiri dari dua bagian pokok. Bagian pertama, berkaitan
dengan harta yang masuk ke dalam baitul mal dan seluruh jenis harta yang
menjadi sumber pemasukannya. Bagian kedua, berkaitan dengan harta yang
dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan.
PENDAPATAN
NEGARA
Di dalamnya tercakup
bagian-bagian yang sesuai dengan jenis hartanya.
Bagian
Fai dan Kharaj
Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan
arsip-arsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong fai bagi seluruh kaum Muslim, dan
pemasukan dari sektor pajak (dlaribah)
yang wajib kaum Muslim (keluarkan) tatkala sumber-sumber pemasukan baitul mal
tidak cukup untuk memenuhi anggaran belanja yang bersifat wajib, baik dalam
keadaan krisis maupun tidak. Untuk keperluan ini dikhususkan suatu tempat di
dalam baitul mal dan tidak dicampur dengan harta lainnya. Ini karena harta
tersebut digunakan secara khusus untuk mengatur kepentingan kaum Muslim serta
kemaslahatan mereka sesuai pendapat dan ijtihad Khalifah.
Bagian
fai dan kharaj ini tersusun dari beberapa seksi sesuai dengan harta yang
masuk kedalamnya, dan jenis-jenis harta tersebut, yaitu:
1. Seksi ghanimah,
mencakup ghanimah, anfal, fai dan khumus.
2. Seksi kharaj.
3. Seksi status tanah, mencakup tanah-tanah yang
ditaklukkan secara paksa (unwah),
tanah 'usyriyah, as-shawafi, tanah-tanah yang dimiliki negara, tanah-tanah milik
umum dan tanah-tanah terlarang (yang dipagar).
4. Seksi jizyah.
5. Seksi fai,
yang meliputi data-data pemasukan dari (harta) as-shawafi, 'usyur, 1/5
harta rikaz dan barang tambang, tanah
yang dijual atau disewakan, harta as-shawafi
dan harta waris yang tidak ada pewarisnya.
6. Seksi pajak (dlaribah).
Bagian
Pemilikan Umum
Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pencatatan
harta-harta milik umum. Badan ini juga berfungsi sebagai pengkaji, pencari,
pengambilan, pemasaran, pemasukan dan yang membelanjakan dan menerima
harta-harta milik umum. Untuk (jenis) harta benda yang menjadi milik umum,
dibuat tempat khusus di baitul mal, tidak bercampur dengan harta-harta lainnya.
Ini karena harta tersebut milik seluruh kaum Muslim. Khalifah menggunakan harta
ini untuk kepentingan kaum Muslim berdasarkan keputusan dan ijtihadnya, dalam
koridor hukum-hukum syara.
Bagian
pemilikan umum dibagi menjadi beberapa seksi berdasarkan jenis harta pemilikan
umum, yaitu:
1. Seksi minyak dan gas.
2. Seksi listrik.
3. Seksi pertambangan.
4. Seksi laut, sungai, perairan
dan mata air.
5. Seksi hutan dan padang
(rumput) gembalaan.
6. Seksi tempat khusus (yang
dipagar bagi negara-peny).
Bagian Shadaqah
Bagian ini
menjadi tempat penyimpanan harta-harta zakat yang wajib, beserta catatan-catatannya.
Seksi-seksi dalam bagian (harta) shadaqah ini disusun
berdasarkan jenis harta zakat, yaitu:
1. Seksi zakat (harta) uang dan perdagangan.
2. Seksi zakat pertanian dan buah-buahan.
3. Seksi zakat (ternak) unta, sapi, dan kambing.
Untuk
pos harta zakat ini dibuatkan tempat khusus di baitul mal, dan tidak bercampur
dengan harta-harta lainnya. Karena Allah Swt telah menentukan orang-orang yang
berhak menerima zakat hanya pada delapan golongan saja. Sebagaimana firman
Allah:
]إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ[
Sesungguhnya
shadaqah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin,
pengurus-pengurus zakat (amil), para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah (fi
sabilillah) dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (TQS.
at-Taubah [9]: 60)
Harta
zakat tidak boleh dialokasikan kepada selain delapan golongan tesebut.
BELANJA
NEGARA
Demikianlah perkara-perkara
yang berkaitan dengan bagian pertama dari baitul mal (yaitu pendapatan negara).
Adapun bagian kedua adalah bagian belanja negara, dan harta yang harus
dibelanjakan oleh baitul mal untuk berbagai keperluan yang mencakup pembiayaan
bagian-bagian baitul mal itu sendiri, seksi-seksinya, dan biro-biro berikut
ini:
a. Seksi dar al-Khilafah, yang terdiri dari:
1. Kantor
Khilafah.
2. Kantor Penasihat (Mustasyaarin).
3. Kantor Mu'awin Tafwidl.
4. Kantor Mu'awin Tanfidz.
b. Seksi Mashalih ad-Daulah, yang terdiri dari:
1. Biro Amir Jihad.
2. Biro para Wali (Gubernur).
3. Biro para Qadli.
4.
Biro Mashalih ad-Daulah, seksi-seksi
dan biro-biro lain, serta fasilitas umum.
c. Seksi Santunan
Seksi ini merupakan tempat penyimpanan arsip-arsip
dari kelompok masyarakat tertentu yang menurut pendapat Khalifah berhak untuk
memperoleh santunan dari negara. Seperti orang-orang fakir, miskin, yang dalam
keadaan sangat membutuhkan, yang berhutang, yang sedang dalam perjalanan, para
petani, para pemilik industri, dan lain-lain yang menurut Khalifah mendatangkan
maslahat bagi kaum Muslim serta layak diberi subsidi. Tiga seksi tersebut (a, b
dan c) memperoleh subsidi dari badan fai
dan kharaj.
d. Seksi jihad, meliputi:
1. Biro pasukan, yang mengurus pengadaan,
pembentukan, penyiapan dan pelatihan pasukan.
2. Biro
persenjataan (amunisi).
3. Biro
industri militer.
Biro-biro
ini dibiayai dari pendapatan yang diperoleh seluruh bagian dari baitul mal
(yaitu dari bagian fai dan kharaj, pemilikan umum, dan zakat). Demikian
pula biro-biro ini dibiayai dari harta pemilikan umum yang dikuasai negara dan
juga dari pendapatan zakat, karena termasuk ke dalam salah satu golongan (fi sabiilillah) dari delapan golongan
yang terdapat dalam ayat :
]إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ[
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang mis-kin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(me-merdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan. (TQS. at-Taubah [9] :
60)
e. Seksi penyimpanan harta zakat
Badan ini dibiayai dari pendapatan seksi zakat dalam
kondisi adanya harta (zakat).
f. Seksi penyimpanan harta pemilikan umum
Seksi ini dibiayai dari pendapatan pemilikan umum
berdasarkan pendapat Khalifah sesuai di dalam koridor hukum-hukum syara.
g. Seksi urusan darurat/bencana alam (ath-Thawaari)
Seksi ini memberikan bantuan kepada kaum Muslim atas
setiap kondisi darurat/bencana mendadak yang menimpa mereka, seperti gempa
bumi, angin topan, kelaparan dan sebagainya. Biaya yang dikeluarkan oleh seksi
ini diperoleh dari pendapatan fai dan
kharaj, serta dari (harta) pemilikan
umum. Apabila tidak terdapat harta dalam kedua pos tersebut, maka kebutuhannya
dibiayai dari harta kaum Muslim (sumbangan sukarela atau pajak).
h. Seksi
anggaran belanja negara (al-Muwazanah
al-Ammah), pengendali umum (al-Muhasabah
al-Ammah) dan badan pengawas (al-Muraqabah)
Al-Muwazanah
al-Ammah adalah badan yang mempersiapkan anggaran pendapatan
dan belanja negara yang akan datang -sesuai dengan pendapat Khalifah-, yang
berkaitan dengan besar kecilnya pendapatan dan pembelanjaan harta yang dimiliki
negara. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan dan belanja riil
secara umum, serta mengikuti fakta pendapatan dan belanja negara yang sedang
berjalan secara rinci. Badan ini merupakan dewan dari kantor Khilafah.
Al-Muhasabah al-Ammah adalah badan yang
mengendalikan semua harta negara. Dengan kata lain merupakan badan yang
bertugas memeriksa harta negara dari segi keberadaannya, keperluannya,
pendapatannya, pembelanjaannya, realisasinya dan pihak-pihak yang berhak menerimanya.
Al-Muraqabah adalah badan yang bertugas
mengawasi dan meneliti secara mendalam bukti-bukti hasil pemeriksaan harta
negara dan peruntukannya dari al-Muhasabah
al-Ammah. Badan ini harus benar-benar melakukan fungsi pengawasan terhadap
harta negara, yaitu meyakinkan ada tidaknya harta, sah tidaknya harta yang ada,
keperluan-keperluannya, pendapatannya, pembelanjaannya serta memeriksa para
penanggungjawabnya yang berkaitan dengan perolehan, peruntukan dan pembelanjaan
harta tersebut. Badan inipun bertugas memeriksa urusan administrasi semua
badan-badan dan biro-biro negara beserta staf-stafnya.
Inilah
bagian-bagian keuangan negara Khilafah secara umum. Adapun dalil keberadaannya
adalah bahwasanya bagian-bagian ini merupakan salah satu bentuk dari urusan
administrasi dan tergolong sarana yang akan mempermudah melakukan aktivitas
kenegaraan. Rasulullah saw telah mengatur masalah adminisrasi negara secara
langsung oleh beliau sendiri, dan beliau juga mengangkat para penulis untuk
urusan tersebut. Hal ini beliau lakukan, baik yang berhubungan dengan urusan
harta maupun urusan lainnya. Telah diungkapkan sebelumnya dalam pembahasan ‘Bagian-bagian Baitul Mal yang Paling Awal
Terbentuk’ tentang kenyataan bahwa Rasulullah saw mengangkat mereka sebagai
penulis untuk urusan harta.
Harus
diperhatikan pula, bahwa seluruh ayat dan hadits yang membolehkan harta anfal, ghanimah, fai, jizyah dan kharaj serta menjadikannya sebagai hak kaum Muslim dari orang-orang
kafir; demikian juga semua ayat dan hadits yang menunjukkan wajibnya zakat
(termasuk peruntukannya) dan harta pemilikan umum; seluruhnya menunjukkan
--dengan dalalatu al-iltizam--
tentang bolehnya menetapkan bentuk administrasi tertentu yang digunakan untuk
pengambilan, penyimpanan, penulisan, pembelanjaan dan pembagian harta. Ini
karena bentuk-bentuk administrasi tersebut merupakan cabang dari permasalahan
pokok, sehingga bisa dimasukkan di dalamnya. Oleh karena itu, urusan ini
merupakan hal yang mubah bagi Khalifah untuk menggunakan dan mengadopsinya
sesuai dengan pendapatnya, bahwa hal tersebut adalah berguna untuk pengaturan
cara pendapatan, pengendalian, pemeliharaan, pendistribusian serta pembelanjaan
harta. Kenyataannya, hal ini (penggunaan dan pengadopsian baghian-bagian dari
baitul mal) telah terjadi pada masa Khulafa
ar-Rasyidin. Dan semua itu berlangsung dengan disaksikan dan diketahui
(didengar) para sahabat tanpa ada penolakan seorangpun dari mereka.
adapted from : Sistem Keuangan dalam Islam